Ilustrasi: Potret Marina Tsvetaeva, Museum Marina Tsvetaeva.
Terlalu Dini Kutulis Puisi...
Terlalu dini kutulis puisi,
Tak tahu, apa diriku — penyair,
Terpesona seperti renjis air mancur,
Atau serupa percikan api dari roket.
Meledak-ledak bagai iblis kecil,
Di tahta kudus di mana ada mimpi dan dupa,
Puisiku berkisah tentang pemuda dan kematian,
— Tak perlu kau baca!
Menyebar dalam ringkihan debu di toko-toko,
Di mana tak ada yang membawa dan memilihnya,
Puisiku, seperti anggur berharga,
Pun giliranmu akan tiba jua.
1913
Requiem
Seberapa banyak mereka terjatuh ke ini jurang,
Coba membuka bilur takbir dari kejauhan!
Hari akan tiba ketika aku kehilanganmu
Dari muka bumi ini.
Bernyanyi, berjuang membeku,
Bersinar dan berserakan.
Mata hijau, lembut suara,
Dan kilau rambut bak emas.
Menjalani hidup walau berbekal roti
Hari-hari susah seakan terlupakan.
Seolah-olah di bawah setiap langit
Tak ada aku!
Menjadi bocah di setiap tambang,
Tak pernah lama mengendap amarah,
Mencintai detik-detik ketika kayu bakar
di perapian menjadikannya abu.
Cello, iring-iringan di semak-semak,
Dan bel di desa berbunyi...
— Aku nyata dan masih hidup
Di bumi yang bersahabat sunyi!
Untuk semua — aku tak mengerti arti kehidupan,
Mungkin orang asing dan mereka sendiri lebih tahu! —
Aku mohon tuntunlah imanku dengan ketulusan cintamu.
Baik siang maupun malam, baik tertulis maupun lisan:
Baik benar maupun salah
Faktanya, aku sering dilanda kesedihan
Di saat usiaku dua puluh tahun,
Aku memiliki keniscayaan—
Sakramen pengampunan dosa,
Semua kelembutan tak terkendali
Namun begitu bangga melihatmu,
Bagi pesta yang berlalu cepat,
Demi kebenaran dan permainan…
— Dengarlah! — kau mencintaiku
namun aku sekarat dan hampir mati.
1913
Kemarin Aku Menatapmu
Kemarin aku menatapmu,
Kini — semuanya menyipitkan mata ke samping!
Kemarin aku duduk di hadapan sekawanan burung dara, —
Sekarang semuanya — gagak!
Aku bodoh dan kau pintar,
Kau hidup dan aku tercengang.
Oh, perempuan mana berteriak sepanjang masa:
"Sayangku, apa yang kulakukan padamu?"
Air matanya adalah air dan darah —
Air, — dalam darah, dengan air mata aku mencuci wajahku!
Bukan ibu, tapi ibu tiri — Cinta:
Jangan menunggu penghakiman atau belas kasihan.
Mari menumpangi kapal kecil,
Bawalah mereka pergi lewati jalan putih…
Berjalan dan berdiri di sepanjang permukaan bumi:
"Sayangku, apa yang kulakukan padamu?"
Kemarin kau berbaring di kakiku!
Sama-sama merasakan kekuatan Cinta!
Sekaligus kau membuka kedua tangan, —
Hidup telah jatuh — satu sen berkarat!
Seorang pembunuh anak diadili
Aku berdiri — pikul beban berat, pemalu.
Aku akan memberitahumu di neraka,
"Sayangku, apa yang kulakukan padamu?"
Aku akan meminta kursi dan tempat tidur:
"Buat apa, buat apa menderita dan mendekam kesusahan?"
— Ciumlah — duduklah di kursi:
Kecuplah yang lain, — perlu tanggapi.
Hidup mengajariku untuk sabar dalam perapian,
Melemparkan bara-baranya — ke padang rumput beku!
Kau telah lakukan itu padaku, cinta!
Sayangku, apa yang kulakukan padamu?
Kutahu segalanya — jangan membantah!
Terlihat lagi — tidak lagi nyonya!
Di mana cinta memudarkan rasa,
Kematian si tukan kebun pun tiba.
Kesusahan seperti pohon yang berguncang! —
Pada waktunya, apel matang jatuh sendiri…
— Bagi semua, untuk semua kuucapkan maaf,
Sayangku, apa yang kulakukan padamu!
1920
Mereka Berziarah
Kau datang, begitu juga aku,
Mata menengok ke arah bawah.
Aku pun demikian — menurunkan mata!
Orang-orang yang lewat, sesaat berhenti!
Mereka membaca — senja pun rabun
Menggotong karangan bunga poppy;
"Orang-orang menyebut namaku Marina,
Dan menerka berapa usiaku."
Jangan pikirkan — di sini kuburan,
Aku akan tampak mengancam…
Terlalu mencintai diri sendiri
Tertawalah meski kau dilarang!
Darah mengucur ke cela-cela kulit,
Rambut ikalmu ikut melengkung…
Aku juga di sana, seorang pejalan kaki!
Orang-orang yang lewat, sesaat berhenti!
Memetik setangkai bunga liar sendiri
Dan menaburkannya seusai mereka berziarah, —
Pemakaman bertaburan stroberi
Tak ada yang lebih besar dan manis.
Namun, jangan berdiri cemberut,
Tundukan sedikit kepala sedada,
Kau gampang mengingat namaku
Begitu pula mudah melupakanku.
Bagai sinar bulan menerangi!
Debu-debu keemasan menutupimu...
— Jangan biarkan sesuatu mengganggumu
Suaraku dapat didengar dari kedalaman tanah.
1913
Nenek
Tinggi, lonjong, dan bahenol,
Bergaun Lonceng Hitam…
Si nenek molek! Siapa yang mencium
Bibir angkuhmu dahulu kala?
Tangan bersemayan di istana
Alunan Waltz Chopin dimainkan…
Di sisi paras wajah dinginmu
Rambut ikal, berbentuk spiral.
Gelap, menuntun dan menuntut.
Dengar, siapkan pertahanan sebab
Tak satu pun perempuan seanggunmu.
Nenek muda, siapakah kamu?
Seberapa banyak peluang terambil,
Dan seberapa kecil kemustahilan? —
Memasuki lubang tak terpuaskan bumi,
Perempuan Polandia berumur dua puluh tahun!
Angin sepoi dan hari bertukar warna.
Bintang-bintang gelap muncul sudah.
— Nenek! — Pemberontakan brutal ini
Mengendapi ulu hatiku — bukankah ini warisanmu?
1914
Sumber terjemahan:
¹ Tsvetaeva M.I. Kniga Stihov. Redaktur Klyuchikova A. V. Moskwa: Ellis Lak, 2004. (Bahasa Rusia).
² Tsvetaeva M.I., Saakyants L. L. Bol'shaya sovetskaya entsiklopediya. 3-ye izd. Moskwa: Sovetskaya entsiklopediya, 1969—1978. (Bahasa Rusia).
³ The Ratcatcher: A Lyrical Satire, transleted by Angela Livingstone. Northwestern University, 2000. (Bahasa Inggris).
Baca juga: Puisi-puisi Anna Akhmatova
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Baca juga: Merdeka untuk Apa?
Marina Ivanovna Tsvetaeva, penyair Rusia dari Zaman Perak, penulis prosa, dan penerjemah. Ia lahir di Moskwa, 8 Oktober [26 September] 1892 dan wafat di Yelabuga, 31 Agustus 1941. Puisi-puisi anumerta pertama Tsvetaeva dibukukan dengan judul Favorit dan diterbitkan di Uni Soviet pada 1961, 20 tahun setelah kematian penulis. Para pembaca mengingat Tsvetaeva muda dan hampir tidak ada yang tahu sosok apa yang telah dia ubah, setelah melewati jalan tragisnya. Tsvetaeva mengusung tema tidak hanya tentang cinta, namun juga keluarga, lingkungan, dan alam. Secara universal, ia turut ikut mewariskan puisi-puisinya bagi masyarakat dunia. Karya Tsvetaeva di sini diterjemahkan dari bahasa Rusia ke bahasa Indonesia berdasarkan puisi-puisi terbaik yang dibuatnya semasa hidup. Pemilihan karya berdasarkan rujukan atas proses kreativitas dan perjuangannya dalam menghadapi kehidupan. Puisi-puisi di sini dialihbahasakan oleh Iwan Jaconiah, penyair dan editor puisi Media Indonesia. (SK-1)