Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Keutamaan Salat Witir, Penutup Salat Malam

Zubaedah Hanum
04/5/2021 12:15
Keutamaan Salat Witir, Penutup Salat Malam
Ilustrasi(Antara)

JADIKANLAH akhir salat kalian di malam hari dengan salat witir. Demikian bunyi hadis yang diriwayatkan dari Bukhari 998 dan Muslim 749.

Ucapan Rasulullah SAW itu diutarakan kepada para sahabatnya agar mereka menjalankan salat sunnah, dengan menjadikan salat witir (ganjil) sebagai pengakhir salat (sunah) malam.

Ada alasan mengapa Rasulullah memerintahkan itu kepada para sahabatnya. Hal itu dikemukakan oleh KH Miftachul Akhyar, kyai kelahiran Surabaya, Jatim yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pengajian Kitab Hadist Jami’ as-Shaghir, Hadist Nomor 185.

"Shalat witir itu penting. Bahkan ulama terdahulu hampir tidak ada yang meninggalkan salat witir. Walaupun dalam pelaksanannya, ada yang menjalankan setelah salat sunnah ba’diyah isya’. Setelah melaksanakan salat sunnah ba’diyah isya’, lalu melaksanakan witir," ucapnya dilansir dari laman MUI, Selasa (4/5).

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2018-2020 itu menjelaskan, salat witir bertujuan untuk mengimbangi salat maghrib. Kalau salat siang itu akhirnya (penutupnya) adalah salat magrib dan itu ganjil, maka salat malam akhirnya juga ganjil yaitu salat sunnah witir.

Keduanya sama-sama ganjil, hanya bedanya, yang akhirnya salat siang yaitu Magrib itu fardhu, sementara salat witir itu sunah.

Dalam praktek yang dicontohkan sahabat Rasul terdahulu, imbuh Miftahul, ada yang betul-betul mengakhirkannya di penghujung malam seperti perintah hadis ini, menjalankannya setelah salat sunah tahajud. Ada pula yang menjalankan selepas isya’.

"Keduanya sama-sama masyhur dan dipraktekkan oleh para sahabat. Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq, Utsman bin Affan, Umar bin Khottob, dan Ali bin Abi Tholib melakukan keduanya," sebut Miftahul.

Sahabat Abu Bakar, misalnya, melaksanakan witir setiap selesai menjalankan ba’diyah isya’, namun nanti kemudian bangun, tahajud dan lain sebagainya.

Sedangkan Umar, karena orangnya percaya diri maka dia menjalankan shalat witirnya pada jam tiga menjelang subuh. Itu disebabkan karena sudah mantap hatinya.

Sedangkan Abu Bakar lebih berhati-hati dan menjalankan salat witir seusai shalat ba’diyah isya karena takut kehilangan momen penting tersebut. Sebab yang namanya manusia, ada kalanya kelelahan, ketiduran, sehingga tidak sempat menjalankan witir.

Memang, lanjut Miftahul, Allah SWT menciptakan langsung tanpa ada sebab. Itu masyhur di dalam kitab-kitab kita. Karena itu, perintah salat witir ini didahului sebab-sebab.

Menurut Miftahul, salat witir itu penting. Mungkin rankingnya menduduki ranking kedua setelah salat sunah fajar qabliyah subuh. Tahajud dan yang lain sebagainya itu di belakangnya. Bahkan tarawih itu di belakangnya lagi seumpama diranking.

Yang menarik, karena sighot hadis ini shighot amar, yaitu ij’alu, maka di antara imam madzhab terdapat perbedaan. Menurut Imam Abu Hanifah, shalat witir itu menjadi wajib. Abu Hanifah memandang ini wajib karena syighotnya amar yaitu ij’alu. Manakala ada sighot amar, perintah, maka itu menunjukkan wajib.

Madzhab Imam Syafii memandang berbeda. Karena hadis ini menyebut akhirol lail, sehingga (waktunya) umum, maka Imam Syafii tidak menyatakan wajib, tetapi sunah saja.

Dasar sahabat Abu Bakar dan Sahabat Utsman melaksanakan witir di awal, maksudnya setelah isya, itu ada dasarnya. "Barangsiapa yang khawatir tidak bisa salat witir di akhir malam sebagai penutup, maka witirlah di awal malam. Awal malam ini setelah melakukan salat isya, ba’diyah isya, lalu ditutup witir. Tetapi kalau dia mantap hatinya menginginkan witir seperti diperintahkan Rasulullah SAW, maka akhirkan," seperti diriwayatkan Muslim.

Ada yang membangunkan
Menurut Miftahul, biasanya orang yang terbiasa melaksanakan salat witir, itu seperti ada yang membangunkan tidur. Malaikat-Malaikat itu seperti membangunkan. Tinggal orangnya bagaimana, mau bangun menjalankan shalat atau tetap melanjutkan tidurnya.

"Sesuai hadis tadi, salat di akhir malam, itu salat yang disaksikan oleh para malaikat. Bukan berarti yang lain tidak disaksikan, semua disaksikan oleh malaikat. Tetapi khusus ini, ada saksi tambahan," tuturnya.

Kalau pada semua shalat, malaikat mencatat dan menyaksikan semua. Tetapi khusus untuk shalat akhirul lail, ada saksi tambahan dari para malaikat.

Ketika salat pada umumnya, malaikat mencatat dan menyaksikan semua. Namun khusus untuk salat akhirul lail, ada saksi tambahan dari para malaikat. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah