Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Survei Wahid Institute: Intoleransi-Radikalisme Cenderung Naik

Antara
18/1/2020 23:38
Survei Wahid Institute: Intoleransi-Radikalisme Cenderung Naik
Direktur Wahid Institue Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid(Antara)

TREN intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kontestasi politik, ceramah atau pidato bermuatan ujaran kebencian, serta unggahan bermuatan ujaran kebencian di media sosial (medsos).

"Hasil survei yang dilakukan Wahid Institute menunjukkan tren intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu," kata Direktur Wahid Institue Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid di Kampus IBI Kesatuan, Kota Bogor, Sabtu (18/1).

Baca juga: Cebong-Kampret Bersatu, Mahfud MD: Ujaran Intoleran Turun 80%

Menurut Yenny, dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4% atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal.

"Data itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yakni sekitar 150 juta jiwa. Karena, kalau balita tidak mungkin melakukan gerakan radikal," katanya.

Ada juga kelompok masyarakat yang rawan terpengaruh gerakan radikal, yakni bisa melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan, jumlahnya sekitar 11,4 juta jiwa atau 7,1%.

Sedangkan, sikap intoleransi di Indonesia, menurut Yenny juga cenderung meningkat dari sebelumnya sekitar 46% dan saat ini menjadi 54%.

Baca juga: Pemda Diharapkan Berperan Aktif Jaga Kerukunan Umat Beragama

Menurut Yenny, radikalisme adalah tindakan yang merusak atau berdampak merusak kelompok masyarakat lainnya di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia, misalnya perusakan rumah ibadah agama lain. Sedangkan, intoleransi adalah sikap yang melarang atau tidak membolehkan, kelompok lain atau orang lain, mengekspresikan hak-haknya, misalnya dilarang melakukan kegiatan yang legal. "Sebagai contoh, etnis tertentu tidak boleh bekerja di profesi tertentu atau tidak boleh menampilkan budaya etniknya," katanya.

Yenny juga menyatakan mengapresiasi langkah Pemerintah yang melarang menyampaikan ujaran kebencian. "Karena, ujaran kebencian itu memberikan dampak sangat besar terhadap radikalisme dan intoleransi," katanya. (X-15)

Baca juga: BPIP Kecam Penangkapan Sudarto oleh Polda Sumbar



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya