Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
JARINGAN Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional (Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, dan DPD RI) dan pemilu lokal (Gubernur/Bupati/Wali Kota serta DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota) sebagai upaya untuk menguatkan praktik demokrasi.
Dewan Pengarah JPPR Nurlia Dian Paramita optimis bahwa putusan MK tersebut dapat meningkatkan kualitas pemilu bukan hanya bagi penyelenggara dan peserta pemilu, tapi juga untuk para pemilih dengan penerapan pengaturan data yang lebih akurat.
“Pemisahan pemilu nasional dan lokal diharapkan bisa menghadirkan kualitas penyelenggaraan pemilu yang tidak berat dari sisi teknis, menghadirkan calon-calon terbaik yang akan berkontestasi dengan persiapan dan waktu yang cukup diberikan kepada partai politik, penyelenggara pemilu dan pemilih,” kata perempuan yangkerap disapa Mita itu kepada Media Indonesia pada Minggu (29/6).
Mita menurutkan dengan adanya jeda antara pemilu lokal dan nasional, proses pemutakhiran data pemilih tidak terputus dalam konteks 5 tahunan meskipun sudah ada upaya melakukan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan.
“Dengan adanya momen pemilu dua kali dalam lima tahun tersebut, membuat penyelenggara dalam memutakhirkan daftar pemilih lebih kuat dan selalu dilakukan, setidaknya setiap 2 setengah tahun sekali, dibandingkan sebelumnya yaitu 5 tahun sekali,” jelasnya.
Selain itu, pemisahan pemilu dapat mengatasi kelelahan pemilih akibat serangkaian proses pemilu serentak. Kelelahan pemilih itu yang selama ini membuat berkurangnya minat pemilih yang dibuktikan dari penurunan angka partisipasi pemilih.
Dari data yang dihimpunnya, rata-rata partisipasi pemilih dalam pilpres dan pileg mencapai 81%, sedangkan pilkada hanya 70%.
Mita menilai, pemisahan pemilu pusat dan lokal juga berpotensi menurunkan praktik politik uang. Hal ini karena pemilu yang terpisah dapat mengurangi dominasi aktor politik pusat dalam menentukan hasil pemilu lokal, sehingga potensi penyalahgunaan sumber daya dan praktik suap untuk memengaruhi hasil pemilu lokal menjadi lebih kecil.
“Diharapkan dengan adanya momen pemilu yang terjadi dua kali dalam setiap lima tahun, dapat meningkatkan kesadaran politik semua pihak lebih masif dan lebih banyak pihak melakukan pendidikan pemilih setiap tahun,” ucapnya.
Menurut Mita, pendidikan politik terkait bahaya politik uang yang dilakukan secara berkala setiap tahunnya akan meningkatkan kesadaran politik pemilih. Selain itu, pemilu sebanyak dua kali dalam lima tahun juga mendorong lebih banyak pihak untuk melakukan pendidikan pemilih setiap tahun.
“Politik uang hanya dapat dilawan dengan nilai-nilai idealisme (pemilih yang kritis). Adapun aktor politik uang diharapkan dapat berkaca dari perkembangan dinamika perselisihan hasil pemilihan yang dapat berujung pada diskualifikasi calon sebagaimana yang terjadi di Pilbup Barito Utara 2024,” tukasnya.
Selain itu, putusan MK yang memisahkan pemilu lokal dan nasional tidak hanya menguntungkan pemilih namun juga dapat membuat kualitas kinerja penyelenggara pemilu jauh lebih produktif dan diharapkan profesional karena tak lagi terhimpit waktu.
“Adapun terkait profesionalitas penyelenggara pemilu tentu diharapkan dapat meningkat terlebih lagi dengan tidak beratnya beban kerja yang dilakukan. Dan penyelenggara juga memiliki waktu yang cukup untuk menjaga kualitas kerjanya,” ujar Mita.
“Tentu, dengan dasar pertimbangan tersebut, model keserentakan yang dipilih MK diharapkan mampu menaikkan mutu dan kualitas penyelenggaraan pemilu kedepan,” sambungnya
Di samping itu, Mita menegaskan bahwa putusan MK tersebut harus ditindaklanjuti oleh pembuat Undang-Undang (UU). Menurutnya, putusan itu dapat memperbaiki teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih demokratis khususnya bagi partai politik
“selama ini kondisi kemampuan parpol dalam mempersiapkan kader yang akan berkontestasi di pemilu sangat terbatas waktunya dalam melakukan rekrutmen politik, tapi keputusan menjauhkan partai politik dari jebakan pragmatisme dan diharapkan dapat menjaga idealisme serta ideologi partai politik,” pungkasnya. (Dev/P-3)
Kalau mendasarkan pada pemaknaan pasal-pasal dalam konstitusi pada pokoknya kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar UUD 1945.
Jazuli menegaskan DPR akan menindaklanjuti putusan tersebut dalam bentuk revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Pilkada.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah menyalahi aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved