Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
ATURAN yang melarang kepala daerah terpilih melakukan penggantian pejabat daerah selama enam bulan sejak pelantikannya dan harus mendapatkan persetujuan menteri, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (5/3).
Aturan yang tercantum pada pasal 162 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tersebut diuji oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), Paber SC Simamora melalui Perkara Nomor 2/PUU-XXIII/2025.
Paber menilai aturan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
“Keberadaan Gubernur, Bupati dan Walikota yang bertindak sebagai atasan sekaligus kepala pemerintah pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota ini memiliki kewenangan yang sama dengan menteri dan pimpinan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,” jelas Paber di ruang sidang.
Atas dasar itu, Paber menjelaskan bahwa kewajiban memperoleh persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bagi kepala daerah untuk melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah, dinilai tidak sesuai dengan norma Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
“Tidak ada kepastian hukum pada Pasal 162 ayat (3) karena UU Pilkada seharusnya mengatur seluruh tahapan Pemilihan Kepala Daerah yang berakhir pada saat Penyelenggara Pemilu, sehingga tindakan Kepala Daerah yang telah dilantik bukan lagi menjadi kewenangan hukum dari UU Pilkada,“ jelasnya.
Selain itu, Paber dalam permohonannya menilai bahwa keberadaan Bupati sebagai Kepala Pemerintahan di Kabupaten merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian sejak diangkat dalam jabatannya. Sehingga menurutnya, berhak untuk melaksanakan tugas Pembina terhadap seluruh ASN di wilayah pemerintahannya, tanpa harus mendapatkan persetujuan dari Mendagri.
Kewenangan sebagai Pejabat Pembina tersebut tertuang dalam Pasal 1 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Oleh karenanya, Pemohon menilai ketentuan Pasal 162 ayat (3) UU Pilkada tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemohon.
Menurut Paber, aturan pasal 162 ayat 4 berpotensi menghilangkan kesempatan untuk memajukan kesejahteraan atas jabatan baru yang diamanahkan, hal itu karena harus menunggu 6 bulan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri.
“Berdasarkan segenap argumentasi yang telah diuraikan di atas, maka Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon. Menyatakan Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menilai Paber masih kurang maksimal dalam mengelaborasi landasan pengujian dengan pasal yang diujikan dalam permohonannya.
“Belum tampak kaitan jelas mengenai sebab akibat kerugian konstitusional Pemohon dengan pasal yang diujikan. Dari banyaknya norma yang dikontestasikan ini, perlu dijelaskan satu per satu keterkaitannya,” jelas Ridwan.
Hakim Konstitusi Arsul Sani menyebutkan perlu bagi Paber untuk memperkuat kedudukan hukum sehingga harus memberikan argumentasi atas status sebagai WNI yang bekerja sebagai ASN.
Selain itu, harus diuraikan kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal tersebut misalnya terhalang menduduki jabatan baru, namun harus menunggu enam bulan.
“Pemohon harus menjelaskan lebih komprehensif atas diskriminasi ASN di Provinsi DI. Yogyakarta yang tak berlaku pilkada dengan keberadaan Pemohon yang ada di kabupaten/kota,” saran Arsul.
Sementara itu, Wakil Ketua Saldi Isra memberikan catatan tentang kedudukan hukum Pemohon yang harus diperkuat dengan terlebih dahulu memperhatikan latar belakang dipilihnya waktu enam bulan setelah pelantikan kepala daerah dalam penggantian pejabat dalam pemerintah daerah.
“Bahwa aturan enam bulan tersebut guna memastikan para birokrat atau pejabat pemerintah daerah yang (baru) menjabat tidak terganggu oleh agenda-agenda politik, sehingga Pemohon harus memperhatikan hal ini,” jelas Wakil Ketua Saldi.
Lebih lanjut, Saldi mengatakan bahwa Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Naskah perbaikan tersebut dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Selasa, 18 Maret 2025. (P-4)
Persertanya adalah kepala daerah yang baru saja dilantik lewat pemungutan suara ulang (PSU) dan belum mengikuti retret gelombang pertama seperti Gubernur Bali.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan ekonomi.
Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menjelaskan tiga fokus utama pada para kader PDIP yang baru terpilih sebagai kepala daerah.
KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumpulkan kader partainya yang terpilih sebagai kepala daerah pada kontestasi Pilkada 2024
Kajian revisi UU Pemda terkait pelaksanaan Pilkada dan Pemilu memang perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk sinkronisasi program pemerintah.
Ketua umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi, mendorong para kepala daerah di Tanah Air untuk memberikan perhatian serius terhadap sektor industry hasil tembakau (IHT).
MK buka suara terkait isu pemakzulan wakil presiden (wapres) Gibran Rakabuming Raka yang santer belakangan ini.
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai program Sekolah Rakyat akan berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan sekolah gratis.
KEWENANGAN pengelolaan energi dan sumber daya mineral termasuk pemberian izin tambang, yang kini berada di tangan pemerintah pusat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menolak lima gugatan yang diajukan sejumlah pemohon berkaitan dengan pengujian formil dan materiil UU TNI
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian UU Kejaksaan terkait hak imunitas bagi jaksa.
DUA orang advokat, Syamsul Jahidin dan Ernawati menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved