Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai mestinya lebih mudah menangkap buronan Harun Masiku karena diduga masih di dalam negeri. Situasi itu dibandingkan dengan buron kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KTP-E, Paulus Tannos, yang berada di luar negeri dan butuh proses ekstradisi.
"Mestinya lebih gampang, karena Harun Masiku dalam negeri jika menelisik catatan imigrasi," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis, Minggu (26/1).
Menurut Boyamin, penangkapan Tannos merupakan kinerja kepolisian Singapura. Sementara, KPK hanya menerima hasil.
"Bahwa penangkapan Paulus Tannos itu sebenarnya kerja kepolisian dengan otoritas di Singapura dan Singapura yang menangkap," ucap Boyamin
KPK, lanjut dia, justru mendapat citra baik apabila dapat meringkus Harun. Capaian KPK menangkap Harun diyakini akan menekan anggapan perkara Harun politis.
Terlebih, dalam perkara itu turut menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Kubu Hasto belakangan justru menilai ada muatan politis dari kasus tersebut.
"Tapi kalau tidak mampu ya masyarakat tetap akan terbelah bahwa penanganan perkara kasusnya HK (Hasto Kristiyanto) itu antara politik atau murni hukum," ujar Boyamin.
Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025. Kini, Indonesia tengah mengupayakan memulangkan Paulus Tannus untuk diadili di Tanah Air.
Pemulangan Tannos diusahakan oleh KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum. Buronan itu diketahui memiliki kewarganegaraan ganda.
Tannos merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Selain dia, eks anggota DPR Miryam S Haryani juga menjadi tersangka.
Miryam dan Tannos Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor? sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Fah/I-2)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Pengajuan red notice Interpol terhadap Tannos telah dilakukan sejak lima tahun lalu. Namun, pengajuan itu ternyata belum terdaftar ke dalam sistem Interpol.
KPK menerima informasi Paulus Tannos telah mengganti kewarganegaraannya. Kondisi ini yang membuatnya sulit untuk ditangkap.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan buronan kasus korupsi KTP-el Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan. Paspornya tercatat ada di salah satu negara
KPK curiga ada yang membantu buronan Paulus Tannos untuk mengubah nama kewarganegaraannya.
KPK menyatakan mereka yang membantu Paulus Tannos mengganti kewarganegaraan masuk dalam kategori perintangan penyidikan.
KPK menyebut ada sejumlah kendala di pencarian buronan kasus rasuah pengadaan KTP elektronik Paulus Tannos. Salah satu yang jadi kendala adalah terkait tidak adanya perjanjian ekstradisi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved