Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pemberian Konsesi Tambang untuk Perguruan Tinggi Berpotensi Timbulkan Fraud

Devi Harahap
23/1/2025 12:47
Pemberian Konsesi Tambang untuk Perguruan Tinggi Berpotensi Timbulkan Fraud
Ilustrasi, area tambang batu bara.(Dok. MI)

PAKAR Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Satria Unggul Wicaksana menanggapi perihal perguruan tinggi yang diusulkan mendapat wilayah izin usaha pertambangan dalam revisi Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Menurutnya, revisi UU Minerba bakal menjadi masalah yang sangat serius ketika berhadapan dengan konflik kepentingan.

“Konflik kepentingan yang dimaksud adalah ketika tujuan dari pengelolaan tambang atau minerba ini di dalam RUU yang dalam perubahannya sebenarnya ada kepentingan profit di situ. Tapi, di sisi lain, kampus memiliki peran untuk melakukan riset atau pengembangan keilmuan,” ujar Satria dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia pada Kamis (23/1).

Satria menjelaskan konsesi untuk perguruan tinggi akan menjadi anomali dan menyebabkan pimpinan perguruan tinggi menghadapi tantangan berat ketika berhadapan dengan konflik kepentingan. Ia juga menegaskan bahwa perguruan tinggi sejak awal tidak didesain untuk mengelola tambang.

“Konflik kepentingan yang dimaksud pimpinan kampus nantinya tidak bisa membedakan inti dari perguruan tinggi, apakah untuk mencari keuntungan atau untuk melakukan riset. Bentuk lainnya adalah konflik internal di antara civitas kampus yang terhubung dengan kekuasaan,” jelasnya.

Persoalan lain yang disorot Satria adalah potensi fraud dan korupsi dari pengelolaan tambang. Hal itu menurutnya, tak bisa dipandang sebelah mata.

“Ini juga sebenarnya menjadi problem ketika ormas atau lembaga-lembaga nonprofit itu kemudian diberikan izin pengelolaan tambang yang itu secara economic cost atau environmental cost itu tentu juga menjadi masalah ketika berhadapan dengan bisnis utama dari organisasi itu sendiri,” ungkap Satria.

Atas dasar itu, Satria menilai bahaya-bahaya atas potensi konflik kepentingan dan masalah yang menyertai itu harus diantisipasi secara komprehensif.

“Ini bukan hanya sekadar memberikan program yang populis bagi kelompok-kelompok seperti kampus atau kelompok-kelompok nonprofit lain, tapi jauh lebih daripada itu adalah tata kelola dari pengelola pertambangan itu betul-betul harus dipertimbangkan dengan baik,” tuturnya.

Lebih jauh, Satria menjelaskan akar masalah konflik kepentingan tersebut berpotensi terjadi lantaran tidak adanya suatu regulasi yang sinkron, baik dalam konteks kampus sejauh mana korelasi antara good university governance dan WIUPK.

“Sebelum implementasinya dululah, bagaimana harmonisasi regulasi, perizinan, dan sebagainya. Khawatirnya, bendera kampus, dalam tanda petik, ini hanya digunakan oleh broker, di dalam izin pengelolaan pertambangan,” tandasnya. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya