Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Setop Kriminalisasi Hasil Pemikiran dan Akademisi

Siti Yona Hukmana
15/1/2025 11:11
Setop Kriminalisasi Hasil Pemikiran dan Akademisi
ilustrasi.(MI)

AHLI lingkungan sekaligus Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo dinilai telah dikriminalisasi. Bambang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel) usai menghitung kerugian negara kasus dugaan korupsi timah senilai Rp271 triliun.

Badan Pekerja Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herdiansyah Hamzah Castro mengatakan kejahatan terbesar negara adalah ketika negara menghukum pikiran dari warga negaranya. Hal itu dipandang tengah dialami Bambang.

"Akademisi IPB yang berupaya dikriminalisasi atas keterangan keahliannya dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada 2015–2022," kata Herdiansyah dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1).

Herdiansyah mengatakan Bambang dituding memberikan keterangan palsu terkait estimasi kerugian negara dalam perkara tersebut. Padahal, kata dia, Bambang diminta secara resmi oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung.

Pegiat Antikorupsi ini menilai Bambang memenuhi kualifikasi dan persyaratan untuk menghitung nilai kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. Ancaman terhadap Bambang Hero sekaligus sebagai saksi ahli disebut menjadi bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) atau Gugatan Strategis Terhadap Partisipasi Masyarakat.

"Padahal, sudah ada regulasi di Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pada Pasal 66 yang merupakan instrumen Anti-SLAPP. Pasal ini digunakan melindungi siapa saja individu yang berjuang mempertahankan lingkungan hidup," jelasnya.

Herdiansyah melanjutkan ada pula Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, yang menyebut secara eksplisit bahwa pihak yang memiliki otoritas untuk menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Selain itu, dalam SNP Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2021, dijelaskan terkait perlindungan hukum bagi ahli di pengadilan.

"Sehingga, jelas upaya kriminalisasi terhadap Bambang Hero adalah upaya pembungkaman terhadap kebebasan akademik yang sejatinya justru harus dilindungi oleh negara," katanya.

Alih-alih melindungi, kata Herdiansyah, negara dengan segala aparaturnya justru permisif terhadap upaya kriminalisasi ini. Dia melihat pelaporan terhadap Bambang bentuk percobaan pembungkaman terhadap pegiat antikorupsi dan pejuang lingkungan hidup.

"Bahwa upaya kriminalisasi terhadap Bambang merupakan perlawanan balik dari koruptor. Tabit semacam ini, terus terjadi dan merupakan fenomena yang mengancam kebebasan akademik dan hak asasi manusia," ucapnya

Oleh karena itu, KIKA mengeluarkan enam poin pernyataan sikap merespons pelaporan Bambang Hero. Pertama, negara dinilai gagal menjalankan mandat konstitusi untuk menjamin, melindungi, serta menjunjung tinggi kebebasan berekspresi bagi setiap warga negaranya. 

Kedua, negara dipandang lebih memilih berdiri di atas kepentingan para pemodal perusak lingkungan, dibanding ruang hidup warga negaranya sendiri. Ketiga, pelaporan Bambang dinilai bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan akademik.

"Oleh karena itu, upaya kriminalisasi ini harus kita lawan bersama," tegasnya.

Keempat, polisi dinilai harus menghargai kebebasan akademik, karena posisinya berbasis pada kerja panjang akademik. Kelima, Bambang Hero ditegaskan tak bisa dikenakan delik keterangan palsu, sebab bukan saksi fakta dalam perkara korupsi timah.

"Melainkan ahli yang diminta pendapat atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk kepentingan perkara," terang Herdiansyah.

Keenam, KIKA menyerukan kepada seluruh kalangan, terutama para akademisi, pegiat lingkungan, dan seluruh gerakan masyarakat sipil, untuk bersolidaritas terhadap Bambang Hero. Khususnya, melawan upaya kriminalisasi.

"Sebab masalah ini bukanlah masalah Bambang Hero semata. Tapi, masalah bagi setiap orang yang masih berpikir waras untuk menjaga nilai-nilai kebebasan akademik!," pungkasnya. (Yon/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya