Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

271 Triliun Kerugian Lingkungan dari Korupsi Timah Rumusannya Ini

Cahya Mulyana
12/1/2025 08:57
271 Triliun Kerugian Lingkungan dari Korupsi Timah Rumusannya Ini
Salah satu penampakan pencemaran lingkungan dari aktivitas tambang.(Antara)

GURU Besar IPB sekaligus ahli lingkungan Bambang Hero Saharjo menjelaskan soal penghitungan kerugian negara korupsi timah Rp271 triliun. Pasalnya, akibat penghitungan itu ia dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel).

Mulanya Bambang heran atas pelaporan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma di Polda Babel. Sebab, penghitungan itu dilakukan atas permintaan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.

"Pertama dia bilang saya membikin keterangan palsu, nah keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," kata Bambang saat dikonfirmasi, Minggu (12/1).

Bambang meyakini apa yang dilakukannya telah sesuai dengan peraturan yang ada. Dia mengaku bukan pertama kali menghitung kerugian lingkungan atas kasus tindak pidana. Bahkan, sudah ribuan kasus sejak Tahun 2000 hingga saat ini.

"Peraturan Menteri LH nomor 7 tahun 2014 itu menyatakan bahwa yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu dimana," ujar Bambang.

Kemudian, dia menyebut bila keterangannya palsu seharusnya dari awal majelis sidang menolak hasil penghitungannya. Namun, hal itu tidak dilakukan.

Bambang melanjutkan pihaknya mulai melakukan penghitungan kerugian lingkungan pada kasus korupsi timah ini sekitar Desember 2023. Bahkan, dia bersama tim l turun langsung untuk melihat kondisi di lapangan. Sebab, kata Bambang, untuk menghitung kerugian lingkungan harus dipastikan kerusakan lingkungannya.

"Kami lakukan itu sampling, ambil sampel pada wilayah yang diduga rusak itu. Akhirnya apa? positif rusak. Kami hitung dan seperti itu," jelas dia.

Sementara itu, untuk memperoleh informasi kondisi awal lingkungan yang rusak sebelumnya, Bambang mengaku bersama timnya menggunakan citra satelit. Dia memastikan telah memaparkan seluruh hasil pemeriksaan saat persidangan.

"Ketika di sidang itu kan saya memaparkan secara detail itu, tahun 2015 seperti apa yang sudah disampaikan tadi, luasannya berapa, sehingga saya tahu ada taman nasional itu yang digali, ada kawasan konservasi, kawasan lindung, kawasan hutan. Jadi semua itu sudah terungkap, sudah telanjang sebetulnya di persidangan saya sudah sampaikan," terangnua.

Menurut Bambang, jika tak sependapat dengan perhitungannya, seyogyanya disampaikan dalam persidangan. Sebab, perhitungan kerugian lingkungan itu telah dipaparkan dalam persidangan, serta dilengkapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku auditor negara.

"Kalau memang mereka tidak terima, mestinya saat persidangan dong disampaikan. Mestinya PH itu menunjukkan 'oh ini perhitungan kami' kan seperti itu ya, kemudian diadu ke majelis hakim," jelas Bambang.

Kemudian, majelis hakim memutuskan mana yang benar. Bila majelis hakim masih ragu pasti akan memanggil ahli lain.

Di samping itu, Bambang memastikan siap mengikuti proses hukum meski tak paham konteks pelaporan dirinya ke Polda Babel. Bambang menyakini penghitungan kerugian lingkungan itu merupakan bagian dari tugas yang diamanahkan kepadannya.

"Iya, silahkan aja, toh saya sudah laporkan juga ke Kejasaan Agung karena mereka yang minta. Karena kan yang minta mereka, kecuali kalau saya misalnya ngarang-ngarang atau apa silahkan, wong saya resmi kok," pungkasnya.

Sebelumnya, Bambang menaksir kerugian negara akibat kerusakan lingkungan di kasus timah yang menjerat Harvey Moeis cs mencapai Rp271 triliun. Dengan rincian kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp12,1 triliun. (Yon/1-2).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya