Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pakar Dipolisikan Buntut Hitung Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah

Yakub Pratama Wijayaatmaja
12/1/2025 21:45
Pakar Dipolisikan Buntut Hitung Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah
ilustrasi.(MI)

AHLI yang menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dari kasus korupsi timah, Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel). 

Pelaporan itu merujuk Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 7 tahun 2014, yang mengatakan ahli harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup Daerah. 

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita dalam kesaksiannya menilai, penghitungan kerugian negara seharusnya hanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Romli menyebut hal itu bertentangan dengan pernyataan Bambang Hero yang mengatakan punya kompetensi untuk melakukan penghitungan kerugian.

Selain itu, Kuasa hukum terdakwa Muhamad Riza Pahlevi, Junaedi Saibih menuturkan bukan kali pertama Bambang Hero diperkarakan. 

Jauh sebelum warga Bangka Belitung melakukan unjuk rasa dan gugatan terhadap Bambang Hero, sudah banyak pihak yang meragukan akurasi kajian kerugian negara Rp300 triliun dari kasus timah tersebut.

Junaedi mengatakan, sejak awal ada dugaan hasil kajian Bambang Hero sudah keliru. 

"Ada sejumlah dugaan kesalahan yang secara prosedural dan akademik menjadi kesalahan kejaksaan agung/JPU dan Prof. Bambang Hero Saharjo dalam menghitung kerugian keuangan negara," tegas Junaedi, Minggu (12/1). 

Pandangan tersebut didasarkan pada tak adanya keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses penghitungan kerugian negara dan Laporan Hasil Analisa yang selalu disebutkan tidak diungkap dalam persidangan.

Lalu, Junaedi menilai tidak pernah dilampirkan sebagai barang bukti, padahal dalam perkara Tindak Pidana Korupsi bukti kerugian keuangan negara adalah bukti utama. 

Selain itu, Junaedi menuturkan Bambang disebut tak berhasil menyajikan rincian perhitungan negara dalam kajiannya sendiri pada saat dihadirkan sebagai saksi persidangan. 

Sehingga baik BPKP maupun Bambang Hero tidak pernah memberikan penjelasan yang komprehensif terkait perhitungan kerugian lingkungan Rp271 Triliun. 

Junaedi menuturkan hasil putusan pengadilan pada sidang sebelumnya juga tidak merinci dan menjelaskan dasar pertimbangan nilai kerugian negara Rp300 triliun. Sehingga memperkuat dugaan bahwa hasil kajian perhitungan negara tersebut sejak awal tak bisa dipertanggungjawabkan.

”Putusan pengadilan juga tidak memberikan penilaian bahwa kerugian angka Rp300 triliun merupakan actual lost (kerugian yang nyata),” paparnya. 

Pasal 6 Ayat (1) dan (2) Permen LH 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa hitungan berdasarkan permen ini masih dapat mengalami perubahan. Redaksional ini menunjukan bahwa hasil hitungan berdasarkan permen LH 7 Tahun 2014 bertentangan dengan prinsip kerugian keuangan negara yang harus nyata dan pasti. 

Tanggung jawab pemulihannya pun tak ditumpukan pada badan usaha melainkan pada pemerintah atau pemerintah daerah. 

Kejanggalan kajian, kata Junaedi, memicu kegaduhan baik di kalangan akademisi maupun masyarakat Bangka Belitung yang akhirnya melakukan aksi unjuk rasa dan gugatan hukum. (Ykb/I-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya