Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebagian uang suap yang digunakan oleh Harun Masiku untuk menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan, berasal dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK).
"Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari HK," kata kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/11).
Setyo juga mengungkapkan bahwa Hasto aktif berperan mengendalikan tersangka dalam perkara tersebut untuk melobi dan menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan.
KPK pada Selasa (24/12) menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Seyto menyebut Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui kader PDIP Agustiani Tio Fridelina.
"HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel," ujar Setyo.
Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah. (Ant/I-2)
Alasan Hasto Kristiyanto kembali menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) karena tegak lurus dan berdedikasi tinggi kepada Megawati Sukarnoputri selaku ketua umum partai.
KPK kembali mengeklaim memperoleh informasi terbaru soal keberadaan Harun Masiku.
KPK memastikan bahwa paspor milik buronan Harun Masiku telah dicabut. Langkah ini diambil untuk mencegah mantan calon anggota legislatif dari PDIP itu melarikan diri ke luar negeri.
Budi juga meminta masyarakat memberikan informasi kepada KPK jika mengetahui keberadaan Harun. Semua informasi dipastikan ditindaklanjuti.
Konsistensi Kepala Negara dalam penanganan kasus korupsi dinilai tidak sejalan dengan langkah KPK yang berupaya menindak tanpa pandang bulu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah klaim proses hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dilakukan untuk menutupi kegagalan penangkapan Harun Masiku (HM).
PDIP mengungkap alasan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri kembali menunjuk Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen).
Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, menjawab soal tugas-tugas untuk Hasto Kristiyanto dari Megawati setelah kembali menjabat sebagao Sekjen PDIP
KETUA DPP PDIP Puan Maharani mengungkapkan penunjukan Hasto Kristiyanto sebagai sekretaris jenderal (sekjen) partai merupakan hak prerogatif Megawati Soekarnoputri
Alasan Hasto Kristiyanto kembali menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) karena tegak lurus dan berdedikasi tinggi kepada Megawati Sukarnoputri selaku ketua umum partai.
Amnesti-abolisi mempertimbangkan kepentingan publik serta stabilitas politik. Presiden bisa memberi amnesti tanpa ada permohonan dari terpidana.
KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menunjuk kembali Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP untuk periode 2025–2030.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved