Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
BERKACA dari kasus mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dinilai perlu memiliki itikad baik untuk membenahi struktur anggota KPU. Pengamat kepemiluan dan demokrasi Titi Anggraini mengatakan sejak 2012 hingga sekarang relatif tidak ada perubahan dalam proses seleksi penyelenggara pemilu.
Perbedaan itu terletak pada proses seleksi yang dinilai semakin administratif dan teknokratis. Banyak tes yang diujikan pada calon komisioner KPU, namun kenyataannya tes itu tidak mampu mencerminkan apakah calon komisioner itu betul-betul berintegritas atau tidak. Semua itu diakibatkan adanya kepentingan personal dan pragmatisme dari calon komisioner yang makin menguat.
“Semuanya akan lebih mudah jika pemerintah dan DPR sama-sama punya itikad baik untuk secara optimal menghasilkan figur yang independen dan profesional dan tidak menempatkan kepentingan partisan dalam penentuan penyelenggara pemilu terpilih. Mestinya rekam jejak dan kiprah seseorang di isu kepemiluan dan demokrasi serta profil kepemimpinannya bisa menjadi referensi dalam memilih penyelenggara pemilu,” jelas Titi kepada Media Indonesia, Kamis (11/7).
Baca juga : Junimart: Lindungi Penyelenggara Pemilu, Komisi II Tambah Anggaran
Menurut dia, hal itu sangat mudah diukur dan dinilai dan akan menjadi basis pengambilan keputusan asalkan pemerintah dan partai politik di DPR tidak cawe-cawe dalam pengisian anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Tidak perlu beragam tes yang menempatkan seleksi KPU dan Bawaslu seperti ujian masuk perguruan tinggi. Tim seleksi mestinya bisa fokus pada rekam jejak dan latar belakang calon saja sudah bisa menggambarkan kompetensi dan riwayat integritas seseorang. Komitmen pemerintah dan partai politik di DPR lah yang paling berpengaruh dan menentukan baik atau tidaknya penyelenggara pemilu,” imbuh Titi.
Dia juga mengusulkan agar DPR tidak perlu menentukan anggota KPU terpilih. Melainkan cukup mengonfirmasi apakah tujuh calon anggota KPU dan lima calon anggota Bawaslu usulan presiden mereka setujui atau tidak setelah proses dengar pendapat di DPR.
Baca juga : Seleksi Penyelenggara Pemilu Harus Hindari Dominasi Jawa Sentris
“Kalau tidak setuju, maka nama yang tidak disetujui bisa dikembalikan untuk satu kali saja dan presiden mengirim nama pengganti,” ujar Titi.
Dengan mekanisme seperti itu, Titi berpendapat presiden dan DPR bisa mempertimbangkan nama-nama terbaik yang akan mendapatkan penilaian dari masyarakat.
Berdasarkan yang terjadi selama ini, Titi mengungkapkan DPR melakukan uji kelayakan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu usulan DPR dan memilih tujuh dari 14 calon KPU serta lima dari 10 calon Bawaslu. Hal itu mengakibatkan kondisi yang sangat rentan untuk mendapatkan intervensi dan transaksi kepentingan politik.
Baca juga : Keterwakilan Perempuan di Lembaga Penyelenggara Pemilu Dinilai Minim
“Rentan intervensi dan transaksi kepentingan politik itu tentu terjadi antara calon penyelenggara pemilu dan partai di parlemen yang bisa mendegradasi integritas dan independensi anggota KPU dan Bawaslu,” ucap Titi.
Mekanisme lain yang juga diusulkan oleh Titi ialah dengan mekanisme penyeleksian untuk pengisian hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan mekanisme itu, berarti calon komisioner KPU akan diusulkan oleh presiden tiga orang, diusulkan DPR tiga orang dan diusulkan MK tiga orang. Hal itu, kata Titi, untuk memberikan keberimbangan di antara tiga cabang kekuasaan yang terlibat dalam proses pemilu.
“Seleksi penyelenggara yang lalu, sangat didominasi kepentingan politik praktis serta hegemoni kelompok dan organisasi. Hal itu bahkan mengikut secara struktural sampai ke jajaran bawah. Kalau tidak ada dukungan politik yang terafiliasi dengan parlemen dan kelompok organisasi tertentu, sehebat dan sebaik apapun seorang calon, pasti akan sulit terpilih. Akhirnya penyelenggara pemilu tersandera oleh kekuatan politik dan semangat korsa organisasi secara sempit,” jelas Titi.
Akibat dari kuatnya dominasi kepentingan politik itu, Titi menyampaikan prinsip inklusivitas dan kredibilitas seleksi penyelenggara pemilu semakin rusak. Bahkan, keterwakilan perempuan di penyelenggara bisa dieliminir oleh afiliasi politik dan organisasi.
“Akhirnya hal itu juga mempengaruhi profesionalitas dan integritas mereka dalam menyelenggarakan Pemilu 2024,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Ia berhasil menjadi trainer perempuan pertama di PT Cipta Kridatama (CK), salah satu anak usaha PT ABM Investama Tbk yang bergerak di bidang mining contractor.
Setiap langkah mereka sarat makna, setiap perjalanan adalah bagian dari cerita besar yang mereka ciptakan sendiri.
Program Pejuang Dua Merah diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak perempuan untuk terus berjuang dengan semangat dan keyakinan, serta menemukan kekuatan dalam kebersamaan.
Melalui pembiayaan ultra mikro PNM Mekaar yang dipadukan dengan berbagai pelatihan, para ibu tidak hanya mendapat akses modal, tetapi juga keterampilan hidup.
perempuan di Jakarta masih terjebak dalam ketidakpastian. Mulai dari pencarian kerja, dunia akademik, hingga kehidupan sehari-hari.
Acara ini merupakan puncak dari rangkaian pelatihan dan pendampingan yang telah mereka jalani selama enam kali pertemuan dalam Program Glorious Golo Mori.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved