Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KONFLIK Laut China Selatan sudah dimulai sejak 1947. Saat itu, Tiongkok memproduksi peta LCS dengan garis putus-putus. Tanpa tedeng aling-aling, wilayah yang masuk dalam lingkaran garis buatan mereka dianggap masuk ke dalam kepulauan Spartly dan Paracel sebagai wilayah teritori.
Ada beberapa negara yang terganggu dengan klaim sepihak Negeri Tirai Bambu tersebut. Negara seperti Jepang, Vietnam, Brunei, Filipina, dan Malaysia saling sikut untuk merebut kekuasaan wilayah LCS.
Ya, bukan tanpa sebab kelima negara harus berkonflik satu sama lain. Pasalnya, LCS adalah persilangan paling strategis di kawasan Asia Pasifik.
Baca juga : Bantu Hadapi Tiongkok, AS Hadiahi Jepang Tiket ke Bulan
Kekayaan alam yang melimpah dan potensi ekonomi jadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak negara saling berebut LCS. Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan dan 190 triliun kaki kubik cadangan gas alam di LCS.
Melansir CFR Global Conflict Tracker, dalam beberapa tahun terakhir, satelit menunjukkan peningkatan upaya Tiongkok untuk mereklamasi lahan di Laut China Selatan dengan meningkatkan ukuran pulau secara fisik atau membuat pulau-pulau baru.
Selain menumpuk pasir di terumbu karang yang sudah ada, Tiongkok juga membangun pelabuhan, instalasi militer, hingga landasan udara, khususnya di Kepulauan Paracel dan Spratly.
Baca juga : 16 Negara Tertua di Dunia dan Sudah Ada Mulai dari 6000 SM
Bukan hanya itu, Tiongkok juga telah memiliterisasi Pulau Woody dengan mengerahkan jet tempur, rudal, dan sistem radar.
Persaingan semakin memanas setelah Amerika Serikat (AS) turut andil dalam konflik LCS.
Hal itu terbukti usai adanya perjanjian Washington dengan Manila yang berpotensi akan menyeret AS dalam konflik Tiongkok-Filipina.
Baca juga : Sinar Mas Land Rebut Dua Penghargaan di Asia Property Awards 2020
Diketahui, perseteruan Tiongkok dan Filipina memanas setelah adanya ratusan kapal Tiongkok yang terdeteksi di Kepulauan Spratly pada Maret 2021. Sejak saat itu, sebagian besar kapal negara itu tersebar di seluruh kepulauan yang diperebutkan.
Selain itu, sebagai respons terhadap kehadiran Tiongkok di wilayah yang disengketakan, Jepang telah menjual kapal dan peralatan militer ke Filipina dan Vietnam untuk meningkatkan kapasitas keamanan maritim mereka.
Dikirimnya peralatan militer ke Filipina dan Vietnam juga bertujuan untuk mencegah agresi Tiongkok.
Baca juga : Indonesia Harus Dorong Penguatan Kapal Ikan di Laut Natuna
Keadaan semakin memanas setelah Vietnam mengeklaim kepemilikan Kepulauan Paracel dan Kepualaun Spratly, yang tak lain mencakup hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan.
Lalu, mungkinkah Indonesia mengubah Laut China Selatan menjadi sea of peace? Problematiknya LCS sejatinya menganggu kepentingan Indonesia di Laut Natuna Utara. Terutama kepentingan pertahanan dan kepentingan ekonomi.
Maka, suka atau tidak, Indonesia perlu mengamankan kepentingan nasional di Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan LCS.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyatakan Indonesia bisa mengubah LCS menjadi zona perdamaian atau Sea of Piece.
Hadi menilai Indonesia punya peran penting untuk ikut menjaga perdamaian dunia dengan cara yang berbasis pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"Kita harus terus menyerukan agar semua pihak menahan diri dari aksi yang dapat memicu insiden, menjaga status quo, serta menggunakan cara-cara non-kekerasan dan perundingan damai yang berdasarkan norma hukum internasional, utamanya UNCLOS 1982," terang Hadi.
Menko Polhukam merasa kunci keberhasilan Indonesia untuk dapat mengubah LCS jadi zona Sea of Piece ialah berdialog dengan Tiongkok melalui ASEAN.
"Salah satu kunci dialog dengan Tiongkok adalah melalui ASEAN. Indonesia, sebagai natural leader di ASEAN adalah motor penggerak di ASEAN yang selalu menghasilkan terobosan,” Tegasnya.
Sementara itu, pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menilai Indonesia sangat mungkin untuk mengubah LCS jadi Sea of Piece.
Namun, kata Khairul, Indonesia tidak bisa sendirian dan harus memaksimalkan keuntungan geopolitik yang dimiliki.
Menurutnya, Indonesia perlu memahami bahwa tidak semua negara di kawasan ini berbagi kekhawatiran yang sama mengenai agresivitas Tiongkok maupun upaya hegemoni Amerika Serikat di Laut Natuna Utara.
“Ada ambiguitas yang laten dalam hubungan antarnegara ASEAN terutama, berkaitan dengan dua negara dominan, Tiongkok dan Amerika Serikat itu,” terang Khairul.
Fahmi berpendapat menyangkut masalah keamanan Laut Natuna Utara secara khusus dan kawasan secara umum ada berbagai agenda yang lebih komprehensif, lebih substansial, lebih berdampak dan jika berhasil dijalankan secara paralel, akan meningkatkan peluang Indonesia di masa depan.
Maka, kata Khairul, perlu adanya penguatan postur pertahanan dengan kombinasi gagasan optimum essential force sebagai manifestasi konsep hard defense (pengembangan sistem, modernisasi alutsista, peningkatan kompetensi komponen pertahanan).
Bukan cuma itu, Indonesia juga perlu gagasan smart defense yang memasukkan konsep soft defense (pertahanan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya) ke dalamnya, untuk meningkatkan efektivitas penegakan kedaulatan sekaligus untuk memperkuat keterlibatan.
Kemudian, "hak bicara" Indonesia dalam resolusi konflik di kawasan. Agenda programnya untuk meningkatkan jumlah anggaran pertahanan secara bertahap. Hal itu akan berperan besar dalam upaya penguatan Indonesia dalam pusaran konflik LCS.
Khairul menjelaskan peningkatan gelar kekuatan TNI di kawasan perbatasan yang jadi wujud i manifestasi kehadiran negara.
Tak hanya TNI, Khairul mengatakan Bakamla, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu terintegrasi dalam rangka menjaga kedaulatan dan hak berdaulat.
Seluruh lembaga tersebut perlu melindungi warga negara dan badan hukum Indonesia serta menjamin terselenggaranya seluruh aktivitas yang sah di kawasan konflik.
“Kehadiran TNI secara efektif di kawasan tersebut sekaligus juga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, insiden maupun tambahan sengketa antarnegara yang dapat mengeskalasi potensi konflik di kawasan tersebut,” ujarnya.
Khairul juga menekankan pemerintah agar memanfaatkan keberagaman hubungan internasional strategis yang sudah dibangun untuk meningkatkan peluang Indonesia memperbesar pengaruhnya dalam mempertahankan kawasan yang tetap kondusif dan stabil hingga konflik terselesaikan secara damai.
“Kita tahu, dengan berpegang pada sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, Indonesia sejauh ini telah mencatat sejumlah capaian signifikan dalam misi-misi diplomasi pertahanannya dan terhindar dari jebakan persepsi politik blok,” tuturnya.
“Indonesia sejauh ini tidak dipersepsikan sebagai ancaman atau musuh, bahkan dipandang sebagai mitra strategis potensial oleh berbagai negara dominan yang ikut berkompetisi dan mempengaruhi konstelasi di kawasan ini seperti Tiongkok, Rusia, maupun negara-negara Pakta AUKUS (Australia, Inggris dan Amerika Serikat), serta Jepang dan Prancis,” tegas Khairul.
Di sisi lain, dengan konsistensi komitmen membangun dominasi kekuatan militer sebagai penopang, Khairul mengemukakan Indonesia juga akan sangat concern pada upaya meningkatkan peran dan pengaruh untuk membangun kesadaran kolektif ASEAN sebagai pemain kunci di kawasan LCS.
ASEAN jadi pijakan Indonesia untuk lebih eksis dalam kiprahnya di panggung dunia terutama terutama yang berkaitan dengan resolusi konflik di kawasan.
Selama ini banyak negara anggotanya terjebak dalam ambiguitas akibat kepentingan nasional yang berbeda dan hubungan hegemon-proksinya dengan kekuatan dominan tertentu seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Kerja sama pertahanan dan militer dalam berbagai bentuk termasuk latihan militer bersama dan pengembangan ekosistem industri pertahanan kawasan dapat menjadi pondasi bagi upaya mengubah LCS jadi Sea of Piece,” ungkap Khairul.
Lantas, apa yang harus dipersiapkan Indonesia untuk penjagaan dari ancaman konflik di LCS? Khairul berpendapat idealnya tentu saja pemerintah harus meningkatkan kehadiran dan sinergitas unsur-unsur patroli pengawasan laut.
Masalahnya ada banyak kendala yang dihadapi, yakni problem regulasi yang mengakibatkan masih adanya tumpang tindih kewenangan dan egosektoral di antara kementerian atau lembaga terkait seperti TNI, Bakamla, atau KKP.
“Kondisi cuaca dan perairan LNU yang relatif terbuka membutuhkan kehadiran kapal-kapal patroli pengawasan yang lebih mumpuni. Sayangnya anggaran kita terbatas,” ujarnya.
Belum lagi, kata khairul, adanya gap antara kebutuhan dan ketersediaan anggaran menghadirkan dampak turunan seperti ketersediaan BBM, keterbatasan jumlah kekuatan yang digelar untuk patroli, hingga keterbatasan kemampuan pengawasan dan penegakan hukum.
Akibatnya, patroli pengawasan yang intensif dengan ronda laut sulit digelar secara optimal dan terus-menerus.
“Yang paling mungkin dimaksimalkan adalah responS cepat terhadap informasi yang bersumber dari kapal patroli, perangkat pemantauan, patroli udara (pesawat udara dengan atau tanpa awak/drone) maupun dari nelayan lokal untuk kemudian dilakukan pengejaran, penghentian dan pemeriksaan. Ini bisa berjalan asal sinergi antarlembaga tadi berjalan dengan baik,” tandas Khairul.
Pembentukan Coast Guard
Dewan Perwakilan Rakyat RI terus menggodok perubahan Undang-Undang Kelautan dan ditargetkan tuntas sebelum pemerintahan presiden Joko Widodo berakhir pada Oktober nanti.
Salah satu fokus revisi Undang-Undang Kelautan ialah Badan Keamanan Laut RI yang diproyeksikan sebagai Indonesian Cost Guard.
“Kita tak hanya mencontoh, tetapi juga pengalaman kita selama ini dengan tanggung jawab itu ada di masing-masing kementerian, tampaknya ini ada kesulitan manakala ada masalah di lapangan,” ungkap anggota Komisi IV DPR RI Fraksi NasDem Dapil Papua Sulaeman Hamzah.
Sulaeman menjamin rencana pembentukan coast guard tak akan mengganggu pelaksanaan kegiatan di lapangan saat ini. Intinya, kata Sulaeman, beberapa lembaga akan dijadikan dalam satu lembaga besar dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Jadi ini semua badan yang dikumpulkan menjadi badan keamanan laut, ini diharapkan bertangung jawab langsung ke presiden. Ini lebih efektif menurut para pakar dan hampir semua yang terkait, dari enam kementerian itu yakin bersepakat bahwa ini harus jadi coast guard,” tegasnya.
Rencana pembentukan coast guard ini, lanjut Sulaeman, diharapkan bisa selesai sebelum Oktober mendatang.
Sejauh ini, kata Sulaeman, masalah-masalah terkait dengan keamanan laut telah dikumpulkan untuk diakomodasi dan disesuaikan untuk UU Kelautan yang baru.
Sementara Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menuturkan ada dua poros kekuatan dunia yang mencoba menekan Indonesia dari jalur ekonomi dan pertahanan.
“Tentunya hal ini jadi faktor urgensi karena sebagai negara yang terimpit, langkah strategis sangat diperlukan untuk menjaga zona laut NKRI,” tegas Nono.(H-2)
Komnas HAM merespons serius situasi di Papua dalam kerangka dan tujuan tunggal, yaitu untuk mewujudkan Papua Tanah Damai melalui berbagai upaya rekonsiliasi dan perdamaian.
Dorong upaya-upaya rekonsiliasi untuk mewujudkan perdamaian di Bumi Cenderawasih.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menghimbau kepada semua pihak untuk tidak menggunakan pendekatan kekerasan dalam menangani konflik antara KKB dan aparat di tanah Papua
Eropa sedang bergegas mempersiapkan warganya untuk menghadapi ancaman konflik yang semakin meningkat dan berada di ambang pintu.
Konflik terjadi karena perbedaan nilai, sumber daya terbatas, atau komunikasi buruk. Pahami penyebabnya untuk solusi efektif!
TNI kembali memberangkatkan bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia untuk korban gempa di Myanmar dengan menggunakan 2 pesawat militer.
MUNCULNYA virus baru dengan nama HKU5-CoV-2. Virus corona baru itu ditemukan di Tiongkok. Kenali ciri-ciri virus HKU5-CoV-2 dan fakta-faktanya
Transisi energi tidak hanya tentang pengurangan emisi tetapi juga untuk penciptaan lapangan kerja dan peluang investasi.
PRESIDEN Prabowo Subianto lebih memilih untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Federasi Rusia pekan depan dan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
AS dan Tiongkok mencapai kemajuan yang meredakan perang dagang.
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump menyatakan kesepakatan telah dicapai antara AS dan Tiongkok untuk meredam tensi perang dagang berkepanjangan.
Pasar kemasan karton bergelombang di Asia Tenggara segera mencatat tingkat pertumbuhan tahun majemuk (CAGR) sebesar 4% pada periode 2021-2026.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved