Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEKRETARIS Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menyayangkan ucapan hakim konstitusi soal alasan tidak memanggil Presiden Joko Widodo ke sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap membatasi dirinya sendiri dalam menggali keterangan.
"Pak Arief Hidayat tidak elok, mohon maaf. Apakah itu pendapat pribadi, atau sudah jadi keputusan dalam rapat hakim. Alasan tidak memanggil karena tidak elok dipertanyakan, justru pemilu 2024 ini yang sudah tidak elok karena banyak persoalan," kata Suminta saat dihubungi, Minggu (7/4).
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan Pilpres 2024 lebih "hiruk pikuk" karena ada dugaan cawe-cawe presiden, seperti yang disebutkan dalil pemohon. Namun, menurutnya, kurang elok bagi Mahkamah memanggil Presiden Joko Widodo untuk hadir dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024. Sebab, presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Baca juga : Hakim MK Jadi Kunci
Suminta menegaskan presiden dapat dipanggil ke persidangan sesuai kebutuhan. Untuk itu, seorang hakim konstitusi tidak seharusnya mengatakan hal tersebut. Dia berharap agar sikap hakim tersebut bukan gambaran posisi hakim-hakim MK dalam memutus sidang gugatan sengketa pemilu nanti.
"Kita semua berharap MK bisa mengembalikan marwah setelah putusan mengabulkan batas usia calon presiden dan calon wakip presiden. Tetapi, dengan sikap membatasi diri itu saya jadi pesimis terhadap putusan MK nanti," kata Suminta.
Ditambah lagi, keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko Perekonomian Airlangga Hartanto, dan Menko PMK Muhadjir Effendy di sidang lalu dianggap masih normatif dan bisa didalami kembali, khususnya soal penyaluran bantuan sosial (bansos).
Baca juga : Tim Hukum Ganjar dan Anies Protes Saksi Prabowo, Eks Wamenkumham Diungkit Kasus Korupsi
Suminta menilai masih banyak hal yang perlu didalami MK sehingga pihak-pihak lain perlu didatangkan. Dia menyinggung dugaan keterlibatan aparat Polri, TNI, dan ASN selama Pemilu 2024.
"Kami berharap MK bisa komprehensif dalam membuat keputusan nanti. Putusan perlu menerangkan secara jelas permasalahan dan mengembalikan marwah demokrasi di Indonesia," katanya.
Kendati demikian, MK sudah memulai rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada Sabtu (6/4) lalu. Para hakim konstitusi akan menyampaikan pandangan masing-masing terhadap seluruh rangkaian PHPU.
Hakim MK Enny Nurbaningsih memastikan tidak akan ada lagi pemanggilan untuk mendapatkan keterangan PHPU Pilpres 2024, sehingga pemanggilan empat menteri Kabinet Indonesia Maju serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (5/4) merupakan sidang PHPU penutup. (Z-3)
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Penetapan itu seharusnya digelar pada akhir Juli lalu, tapi diundur oleh KPU karena ada sengketa hasil yang kembali didaftarkan peserta Pileg 2024 ke MK.
Total perkara yang disidangkan berjumlah delapan. Adapun, metode persidangan sama dengan sebelumnya, yakni sidang panel yang masing-masing panelnya terdiri dari tiga majelis hakim.
Ada potensi partai yang suaranya jauh dari ambang batas parlemen akhirnya menjual suara tersebut dengan cara memanipulasinya menjadi fakta hukum.
HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyinggung soal Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) saat sidang sengketa pemilihan legislatif atau Pileg 2024, Rabu (8/5).
Selain suara atau kursi bisa melayang, kepercayaan rakyat juga jadi pertaruhan. Mestinya penyelenggara dan peserta pemilu tidak menyepelekan sidang PHPU di MK.
KUASA hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chairul Luthfi memberikan jawaban terkait dalil yang menyebut ada jual beli suara caleg di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved