Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SAKSI ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan tiga persoalan yang menjadi sumber kegaduhan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Pemilu 2024. Keterangan itu disampaikan saat sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (3/4).
Marsudi menjelaskan, persoalan pertama dari kegaduhan Sirekap itu muncul akibat pola dan tulisan tangan yang tertera pada gambar formulir C1 plano di tempat pemungutan suara (TPS) berbeda-beda. Tulisan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) itu diubah menjadi data numerik dan muncul ke aplikasi Sirekap.
"Kita tahu tulisan tangan setiap orang berbeda. Apalagi tulisan tangan di 820 ribu TPS, tulisan berbeda," kata Marsudi.
Baca juga : MK Bangkitkan Optimisme
Marsudi mengatakan, sistem OCR yang ada di Sirekap memiliki tingkat akurasi 99%, atau masih ada kemingkinan error 1%. "Tapi kalau di lapangan bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi 92% atau 93%. Jadi ada kemungkinan 7% salah ketika OCT itu mengubah gambar jadi angka," jelasnya.
Persoalan kedua, lanjut dia, kualitas kamera pada gawai milik petugas KPPS yang digunakan untuk mengambil gambar formulir C1 dan diupload ke sistem berbeda-beda. "Ada yang jelas, remang-remang dan kekuningan," kata dia.
Sementara persoalan terakhit ialah kualitas atau kondisi kertas saat diambil gambar juga bisa berpengaruh.
Baca juga : Presiden Jokowi Harus Berani Bersaksi di MK
"Kalau kertas terlipat bisa jadi kesalahan interpretasi OCR ini. OCR ini bukan manusia yang bisa memperkirakan. Dia hanya patuh pada data. Sistem OCR ini diberikan data berbagai macam tulisan tangan, kemudian dipelajari, baru bisa melihat ini angka satu dua atau tiga," kata Marsudi.
Saksi yang pernah memberikan keterangan pada sidang PHPU Pilpres 2019 itu juga mengatakan, tiga masalah ini jadi sumber kegaduhan ketika data yang ditampilkan di website berbeda dengan gambar formulir C1.
"Karena Sirekap sarana transparansi, maka ketika terjadi perbedaan, terjadi komplain dari masyarakat, KPU segera melalukan tindakan korektif sehingga semakin lama semakin sedikit kesalahannya," jelasnya.
Marsudi mengakui sejak 2004, teknologi penghitungan suara selalu dipermasalahkan. Padahal menurut Undang-Undang (UU) suara sah itu dari penghitungan manual berjenjang. (Z-3)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
WAKIL Ketua DPR RI Adies Kadir menegaskan tidak ada rencana melakukan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK).
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dengan lokal telah melampaui kewenangannya
Sejarah ketatanegaraan kita menunjukkan terjadinya inkonsistensi terhadap pelaksanaan pemilihan.
Menurutnya, penting bagi DPR dan Pemerintah untuk bisa menjelaskan seberapa partisipatif proses pembentukan UU TNI.
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved