Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Survei Sebut Penurunan Stunting Hanya 0,1%, Kepala Daerah Keberatan

Despian Nurhidayat
19/3/2024 22:15
Survei Sebut Penurunan Stunting Hanya 0,1%, Kepala Daerah Keberatan
Ilustrasi: dokter memberikan vitamin A kepada balita saat program Posyandu(Antara)

DALAM Rapat Koordinasi Evaluasi tim Percepatan Penurunan Stunting, Wakil Presiden Ma’ruf Amin khawatir target penurunan stunting tidak terpenuhi karena hasil survei kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 21,5%, atau hanya turun 0,1% dari 2022.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa data tersebut belum valid dan para kepala pemerintah daerah yang datang dalam rapat tersebut juga keberatan dengan survei tersebut.

“Saya juga ikut rapat tadi dan angka survei belum kita launching secara resmi karena para gubernur juge enggak terima angka ini karena mereka punya angka yang jauh berbeda. Contoh Banten di bawah 10% dan turun (prevalensi stunting-nya). Tapi hasil survei Kemenkes 24%. Padahal dari Gubernur Banten berbeda. Jadi belum matching datanya,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (19/3).

Baca juga : Jateng Optimistis Turunkan Angka Stunting sesuai Target

Lebih lanjut, Hasto menggambarkan bahwa survei tersebut bagaikan quick count sementara real count belum diketahui secara pasti. Maka dari itu, pemerintah akan mengumpulkan data dari seluruh Indonesia pada April 2024 dan pada Mei 2024 diharapkan data riil terkait dengan prevalensi stunting di Indonesia akan diketahui kebenarannya.

“Karena survei kan hanya sampel. Makanya hasil rapat itu belum diyakini angkanya dan akan kita review. Jadi tidak sesuai datanya. Angka yang sangat kontroversi sekali. Kalau lihat dari data real count itu enggak mungkin turunnya hanya 0,1%. Tanya Mendagri pasti berbeda itu. Banten dan Sumatra Utara jauh di bawah 10% dan ini mereka merasa enggak cocok. Semua merasa enggak sesuai sedangkan mereka semua sudah bekerja keras,” tegas Hasto.

“Makanya Pak Wapres berikan arahan untuk dikaji lagi dan diklarifikasikan dengan data dari pemerintah daerah. Mestinya Mei 2024 sudah penimbangan selesai data dan lebih 95% sudah masuk by name by address,” sambungnya.

Baca juga : Tengkes di DIY Turun 5% dalam Empat Tahun

Inflasi Berdampak pada Akses Pangan Bergizi

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyatakan bahwa inflasi yang tidak terkendali dapat berdampak serius pada akses masyarakat terhadap pangan bergizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sehingga hal ini akan berdampak pada angka prevalensi stunting.

"Peningkatan inflasi dapat mengakibatkan penurunan  daya beli masyarakat terhadap bahan pangan. Jika pangan sumber protein dan zat gizi lainnya mahal, tentunya banyak keluarga yang berisiko tidak mampu menyiapkan makanan bergizi untuk anak-anaknya. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan risiko stunting. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah efektif untuk mengendalikan inflasi," kata Netty.

Menurutnya, kampanye penurunan stunting yang sudah dilakukan dengan gencar dan terus menerus harus diimbangi dengan kemampuan pemerintah menyediakan sumber pangan bergizi yang mudah dan murah. 

Baca juga : Gotong Royong Salah Satu Kunci Tangani Stunting

“Jangan sampai kampanye penurunan stunting hancur berantakan dan tidak ada maknanya karena masyarakat sulit mengakses sumber bahan pangan untuk kesehatan remaja, ibu hamil dan menyusui," tegasnya.

Oleh sebab itu, pemerintah dikatakan perlu mengambil langkah-langkah konkret dalam mengatasi masalah stunting guna memastikan pertumbuhan dan perkembangan optimal generasi muda Indonesia. 

“Pengendalian inflasi untuk ketersediaan pangan mudah dan murah adalah salah satu PR yang harus dipikirkan pemerintah agar risiko peningkatan stunting dapat ditekan," ujar Netty.

“Apa langkah pemerintah untuk mencegah peningkatan inflasi dan meroketnya harga bahan pangan? Apalagi kita berada dalam bulan suci Ramadan dimana kebutuhan akan bahan-bahan pokok meningkat secara drastis. Permintaan yang tinggi akan membuat persediaan menipis yang bakal semakin memicu naiknya harga-harga,” pungkasnya. (Des/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya