Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
KOALISI Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyoroti kemunduran demokrasi yang terjadi akibat langkah politik putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Baca juga: Puan Minta Pendukungnya Relakan Kawan yang Menjadi Lawan
Bahkan langkah tersebut mendapatkan kritik dari Handesblatt, media massa asal Jerman. Handesbaltt menilai, pencawapresan Gibran sebagai bentuk politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia juga diberitakan oleh Time, media dari Amerika Serikat.
“Kami memandang, kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi sorotan dua media internasional tersebut merupakan fakta persoalan politik yang nyata terjadi dan tak terbantahkan, terutama jika mencermati dinamika politik elektoral jelang 2024,” kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Julius Ibrani dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/11).
Dia menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial menjadi tiket bagi Gibran adalah puncak gunung es dari kemunduran demokrasi Indonesia. Kemunduran tersebut telah banyak diangkat oleh sejumlah pakar dan analis politik baik dari dalam maupun luar negeri terutama berkaitan dengan menurunnya tingkat kebebasan sipil di Indonesia.
“Secara tegas, putusan tidak menurunkan batas usia 40 tahun yang membuka ruang bagi anak muda untuk berkarya di dunia politik, namun khusus dihadiahkan untuk kepala daerah dengan atribusi usia di bawah 40 tahun, dan hanya Gibranlah yang secara faktual dapat memanfaatkan golden ticket itu. Artinya, secara politik putusan itu ditujukan untuk kepentingan politik putra Presiden sendiri yakni Gibran Rakabuming Raka agar lolos menjadi bakal Cawapres,” jelasnya.
Dia memaparkan, konflik kepentingan yang terjadi akibat Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran bukan hanya melanggar kode etik dan perilaku hakim tetapi merupakan bentuk intervensi dan manipulasi kekuasaan dalam putusan tersebut yang dilakukan secara telanjang dan terang benderang. Hal ini merupakan puncak gunung es dari kehancuran hukum dan demokrasi di Indonesia.
“Kami memandang, apa yang terjadi di MK dalam putusan Perkara No. 90 tersebut, merupakan bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme yang terang benderang terjadi. Perkoncoan dan nepotisme dilakukan penguasa untuk kepentingan keluarga dan bukan kepentingan bangsa,” tegasnya.
Hal ini, lanjut Julius, merupakan sesuatu yang bertentangan dengan semangat reformasi yang memandatkan pentingnya menolak segala bentuk nepotisme sesuai Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
“Praktik nepotisme antara Penguasa dan MK ini merupakan bentuk perusakan pada demokrasi dan hukum di Indonesia yang tidak bisa dibiarkan,” imbuhnya.
Julius melanjutkan, dalam perspektif pemilu, proses awal yang diwarnai putusan MK ini akan mencederai proses pesta demokrasi yang akan dilakukan. Sebab, sedari awal kekuasaan sudah menggunakan kekuatannya untuk mengintervensi hukum dalam rangka melanggengkan dinasti politiknya.
“Sulit untuk dapat meraih proses pemilu yang demokratis dan hasil yang demokratis paska putusan MK. Hal itu karena sejak dini, penguasa telah memperlihatkan dan mempertontonkan tangan tangan kekuasaaan bekerja untuk mengintervensi satu lembaga yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi. Intervensi kekuasaan pada lembaga negara lain pun sangat mungkin terjadi karena kepada MK saja hal itu sudah terjadi. Proses Pemilu sedari awal sudah cacat secara politik. (P-3)
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
WAKIL Presiden RI Gibran Rakabuming Raka bersilaturahmi ke kediaman Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Try Sutrisno, di Jakarta, Rabu (13/8).
Wapres disambut langsung oleh Bapak Try Sutrisno, Ibu Tuti Try Sutrisno, dan putri pertama Wapres ke-6 ini, Ibu Nora Tristyana Try Sutrisno.
AHY enggan berkomentar lebih jauh. Dia menegaskan bahwa hubungannya dengan Gibran sangat baik.
Gibran membagikan momen bersama AHY dan Bahlil menjawab isu hubungan mereka tak harmonis.
Gestur Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang tak menyalami menteri beberapa waktu lalu dinilai mengonfirmasi adanya perang dingin atau hubungan yang renggang.
Gestur Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang tak menyalami sejumlah menteri beberapa waktu lalu memberi kesan negatif.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved