Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Dinasti Politik Jokowi Maju Selangkah Lagi

Tri Subarkah
25/10/2023 15:45
Dinasti Politik Jokowi Maju Selangkah Lagi
Bakal capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendaftar ke KPU(AFP)

PENDAFTARAN bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (25/10), dinilai semakin mengukuhkan dinasti politik yang dibangun Presiden Joko Widodo.

"Saya kira dengan pasangan tersebut (Prabowo-Gibran) daftar secara resmi di KPU memang sudah dapat dikatakan (Presiden) sedang membangun dinasti politik," kata peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli kepada Media Indonesia.

Mulanya, ia melanjutkan, Jokowi membangun dinasti politik dari tingkat lokal dengan membiarkan Gibran dan menantunya, Bobby Nasution, maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Gibran dan Bobby mulai menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan Wali Kota Medan sejak Februari 2021.

Baca juga: Airlangga: Pencawapresan Gibran untuk Ceruk Suara Milenial

Setelah itu, dinasti politik Jokowi belakangan mulai tumbuh ke level nasional. Itu terlihat saat putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, didapuk menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Puncaknya, saat ini, Gibran direstui untuk menjadi bakal cawapres dari Koalisi Indonesia Maju.

Secara umum, Lili menilai gejala membangun dinasti politik di Indonesia mulai marak, baik di tingkat lokal maupun nasional. Bentuknya pun beragam, mulai dari mengusai partai politik, lembaga perwakilan, sampai lembaga eksekutif.

Baca juga: Koalisi Prabowo Tekankan Kelanjutan Pembangunan

"Mereka ini membangun dinasti politik dengan membajak demokrasi, memainkan aturan dan regulasi dalam merebut kekuasaan," tandas Lili.

Dihubungi terpisah, peneliti pada Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Wawan Kurniawan berpendapat praktik dinasti politik di Indonesia sudah meniru beberapa negara di Timur Tengah seperti Mesir dan Libia. Caranya, dengan cara mengubah konstitusi.

"Praktik di Timur Tengah itu bisa jadi cerminan apa yang akan terjadi di Indonesia kalau kita melihat di negara-negara yang sudah melakukannya," ujar Wawan.

Diketahui Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu awalnya memberi syarat minimal umur 40 tahun bagi seseorang yang ingin menjadi capres atau cawapres. Namun, beleid tersebut berubah lewat uji materi di MK yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A.

Lawat putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang musyawarahnya diikuti oleh Ketua MK Anwar Usman sekaligus adik ipar Presiden dan paman Gibran, syarat usia minimal 40 tahun sebagai capres atau cawapres ditambah norma atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Wawan berpendapat, dinasti politik di mana pun pada dasarnya bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan dan kapital. Menurutnya, pelanggengan praktik dinasti politik memang memerlukan cara-cara culas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

"Praktik mengubah konsitusi itu menjadi salah satu ciri atau warning menandai bahwa ada sinyalemen dinasti politik," tandasnya. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya