Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
HAKIM Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan sejumlah kejanggalan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan perkara 90/PUU-XXI/2023 soal batasan usia capres-cawapres.
Dalam putusannya, MK menyatakan syarat usia minimal capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 yang menyatakan, "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan UUD 1945. Norma itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dan diganti menjadi, "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Saldi sendiri merupakan satu dari empat hakim konsitusi yang punya dissenting opinion atau pendapat berbeda dari keputusan itu. Dia menyatakan mengalami peristiwa 'aneh yang luar biasa' dalam menangani perkara nomor 90 ini sebab para hakim konstitusi berubah pendapat dengan begitu cepat.
Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Tabrak UU Kekuasaan Kehakiman
"Dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ujar Saldi ketika menjelaskan pendapatnya dalam rapat pleno di Gedung MK RI, Jakarta Utara, Senin (16/10).
Saldi takut keputusan MK terkait perkara nomor 90 ini akan menjadi preseden buruk dan membuat masyarakat menjadi tidak percaya lagi kepada MK. Padahal, lanjutnya, sudah jelas norma batasan usia pejabat publik seharusnya diatur oleh DPR dan pemerintah, bukannya MK.
Baca juga: Putusan MK yang Mengubah Syarat Usia Capres-Cawapres Jadi Putusan Terburuk
"Saya sangat-sangat-Sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions [pertanyaan politik], yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah. Quo vadis Mahkamah Konstitusi?" tutup Saldi.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Menurut MK, mengubah syarat usia terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan karena mudahnya terjadi pergeseran parameter kapabilitas atau kompetensi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menemukan bukti adanya intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perubahan syarat usia capres dan cawapres.
THE Asian Network for Free Elections (Anfrel) merilis laporan mengenai pengamatan ahli terkait penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) 2024 di Indonesia.
KUBU pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (AMIN) mengapresiasi putusan DKPP soal Ketua KPU.
PENGGUGAT uji materi batas usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi, Almas Tsaqibirru dikabarkan melayangkan gugatan terhadap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan pencabutan uji konstitusionalitas batas usia capres-cawapres.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved