Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

KPK Dalami Keterlibatan Idris Sihite dalam Kasus Tukin

Candra Yuri Nuralam
20/6/2023 07:40
KPK Dalami Keterlibatan Idris Sihite dalam Kasus Tukin
Keterlibatan Idris Sihite dalam penyaluran tunjangan kinerja Kementerian ESDM terus didalami KPK.(MI/Susanto)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal terus mendalami keterlibatan Kepala Biro Hukum Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba Kementerian ESDM Idris Sihite dalam dugaan rasuah penyaluran tunjangan kinerja (tukin) pegawai. Dia berkali-kali dipanggil menjadi saksi dalam kasus tersebut.

"Pasti semua kemungkinan yang ada akan dikembangkan lebih lanjut," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (20/6).

Penyidik saat ini masih mencari bukti untuk menguatkan tudingan kepada para tersangka dalam kasus tersebut. Termasuk, keterlibatan Idris sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyaluran tukin di Kementerian ESDM. "Proses penyidikannya belum selesai," ucap Ali.

Baca juga: Eks Dirjen Minerba ESDM Diperiksa KPK Diduga Terkait Korupsi IUP

KPK menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan rasuah penyaluran tukin di Kementerian ESDM. Negara ditaksir merugi Rp27,6 miliar.
 
Mereka yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.

Baca juga: Pasal TPPU Jadi Harapan Publik Miskinkan Koruptor

Tersangka lainnya, yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.
 
Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar.
 
Kemudian, Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
 
Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan.
 
Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.
 
Para tersangka juga menggunakan uang haram itu untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan,pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, dan logam mulia.
 
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya