KEPOLISIAN seharusnya menggunakan cara persuasif dalam mengurai massa dalam kerusuhan di Wamena, Papua, Kamis (23/2) lalu. Dalam kerusuhan yang dipicu hoaks kasus penculikan anak itu, 10 orang dilaporkan tewas.
Hal itu diungkapkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso saat dikonfirmasi, Sabtu (25/2). "Terjadinya korban akibat penggunaan kekuatan kepolisian karena berpotensi akan menjadi isu pelanggaran HAM," kata Sugeng.
Ia menjelaskan kepolisian harus mematuhi protap dalam mengurai massa. "Guna meminimalisir timbulnya korban, sedapat mungkin tidak menggunakan peluru tajam," papar Sugeng.
Sugeng menduga, penculikan anak merupakan sebuah isu yang sengaja dilempar ke masyarakat guna menimbulkan kerusuhan. "IPW menduga ada yang menyebar isu untuk meningkatkan eskalasi gangguan keamanan yang kemudian akan diarahkan agar timbul kerusuhan," pungkasnya.
Kerusuhan di Wamena itu berawal sekitar pukul 12.30 WIT saat mobil penjual kelontong dihentikan warga di Sinakma, karena diduga akan melakukan penculikan anak. Mendapat laporan tersebut, anggota yang dipimpin Kapolres Jayawijaya langsung ke TKP dan berupaya untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan membawa terduga pelaku ke Polres.
Saat kedua orang tersebut hendak dibawa ke kantor kepolisian terdekat, massa justru tidak terima. "Massa tidak mau masalah ini diselesaikan di Polres. Mereka mau main hakim sendiri. Padahal orang tua dari terduga korban penculikan telah menyatakan bahwa kabar adanya penculikan tersebut tidak benar. Namun massa sudah terprovokasi," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Prabowo. (OL-15)