Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI membeberkan persoalan pencatutan identitas seseorang oleh partai politik (parpol) merupakan urusan individual.
"Persoalan pencatutan NIK itu urusan individual. Kami fungsinya administratif. Kami menerima dokumen parpol yang juga ada pernyataan resmi," kata Komisioner KPU Idham Holik, Senin (8/8).
Diketahui, sebanyak 98 nama anggota KPU di daerah dicatut menjadi kader parpol. Jumlah ini berdasarkan aduan yang masuk dari KPU Provinsi hingga pukul 19.08 WIB, Kamis (4/8).
Hingga kini, KPU tak mau ungkap parpol yang mencatut identitas anggota KPU daerah itu. Idham menjelaskan KPU sejatinya sudah menerbitkan surat secara resmi ke KPU Kota/Kabupaten untuk melakukan pengecekan.
Pengecekan di dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) anggotanya secara mandiri.
"Yang selanjutnya, apabila didapati memang mereka namanya atau NIKnya ada di akun Sipol, mereka isi form pengaduan dan selanjutnya mereka mendatangani surat pernyataan," tutur Idham.
"Bahwa yang bersangkutan memang tidak pernah melakukan hal tersebut. Nanti dilaporkan ke KPU RI," tambahnya.
Baca juga: KPU Sebut Ada Banyak Anggota KPUD yang Dicatut Parpol Jadi Kader
Idham juga mengajak masyarakat untuk mengecek NIK melalui website Infopemilu.
"Masyarakat bisa mengecek langsung apakah identitasnya dicatut (parpol) atau tidak," tukasnya.
Idham mengatakan KPU pada waktu yang tepat berencana akan klarifikasi kepada parpol. Menurutnya, adanya verifikasi ini jadi momen yang tepat.
"Jangan sampai namanya ada dalam Sipol lalu dibiarkan itu yang bahaya. Justru momen ini, karena momennya adalah verifikasi, kita akan klarifikasi," ucapnya.
"Kalau memang yang mereka katakan betul, kami akan hapus namanya dalam akun Sipol," pungkasnya.(OL-5)
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Mekanisme pengawasan dari jajaran Bawaslu DKI Jakarta belakangan dipertanyakan setelah banyaknya warga DKI Jakarta yang identitasnya dicatut
"Disampaikan agar pelapor melaporkan ke Bawaslu sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang."
Polda Metro Jaya telah mengonfirmasi telah menerima laporan polisi tentang dugaan pencatutan KTP warga DKI untuk mendukung Dharma-Kun.
Dari data sementara yang masuk, sudah ada 70 warga melaporkan terkait pencatutan NIK untuk mendukung pasangan calon perseorangan.
WAKIL Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersikap profesional dalam menyikapi Nomor Indik Kependudukan (NIK) yang dicatut.
Bawaslu mewanti-wanti bakal pasangan calon kepala daerah perseorangan atau independen yang mencatut identitas masyarakat sebagai syarat dukungan bisa dipidana.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved