Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal. Salah satunya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang meminta DPR untuk segera memanggil MK.
Anggota Komisi III DPR, M Nasir Djamil menyatakan bahwa pihaknya belum mendiskusikan dan memutuskan untuk memanggil MK dalam waktu dekat. Namun ia tak menutup kemungkinan pemanggilan para hakim MK dapat terjadi bila dibutuhkan.
“Kami belum mengambil keputusan untuk memanggil para hakim MK,” katanya kepada Media Indonesia pada Minggu (6/7).
Saat ditanya terkait sikap komisi III terhadap putusan MK tersebut, Nasir tidak bisa berkomentar lebih jauh. Namun ia mengatakan bahwa putusan MK terkait pemisahan Pemilu Pusat dan Pemilu Lokal menjadi urusan para elite partai politik.
“Ini urusan para dewa dan mereka lah yang bisa mengomentari,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh meminta DPR segera memanggil pihak Mahkamah Konstitusi untuk dimintai penjelasan terkait putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
“Kita minta untuk memanggil MK untuk ditanya mengapa demikian. Apakah MK ada titipan untuk bermain main, kita gak tahu akan hal itu,” ujar Surya Paloh dalam pidatonya pada acara Pelantikan DPW, Sayap, dan Badan Partai NasDem di Hotel Santika Premiere, Palembang, Sumatra Selatan, Sabtu, (5/7).
Surya menegaskan putusan MK tidak sesuai dengan konstitusi dan telah merampas kedaulatan masyarakat. Dia juga menekankan para hakim MK sebagai para pemikir hebat, seharusnya dapat mengambil langkah yang benar dalam memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
“Kita bertanya-tanya apa yang menyebabkan putusan itu terjadi? Apakah ada pengaruh dari mana? Tapi yang jelas kita terusik dan mau bangun kesadaran akan kemurnian konstitusi,” ujarnya.
Diketahui, MK dalam putusannya memerintahkan agar mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). (Dev/M-3)
Namun dalam praktiknya, sistem ini justru menimbulkan beban luar biasa bagi penyelenggara, membingungkan pemilih, dan bahkan menyebabkan kelelahan massal yang menelan korban jiwa.
Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menghargai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait untuk menghadirkan pemilu nasional dan pemilu lokal
Pemisahan pemilu nasional dan lokal membuat pemilu lebih tertata dan pemilu lebih fokus
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizami Karsayuda menghargai putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan pihaknya masih mengkaji isi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie, misalnya, menyororti dampak negatif pemisahan pemilu nasional dan lokal
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved