Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kriminolog Minta Publik Tunggu Puzzle Kasus Brigadir J Sempurna

Mediaindonesia.com
27/7/2022 20:56
Kriminolog Minta Publik Tunggu Puzzle Kasus Brigadir J Sempurna
Kriminolog Universitas Indonesia, Kisnu Widagso(Dok Universitas Indonesia)

KRIMONOLOG Universitas Indonesia, Kisnu Widagso meminta masyarakat tidak berspekulasi atau berasumsi ada kejanggalan terhadap kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. 

Pasalnya, tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sedang melengkapi puzzle-puzzle untuk mengungkap kasus ini biar terang benderang.

“Idealnya, puzzlenya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan. Puzzle belum ngumpul, tapi publik berhak tahu apa yang terjadi. Jadi kita analisis puzzle by puzzle. Kemudian nanti ada yang menganggap kok janggal ya penjelasanya,” kata Kisnu, Rabu (27/7)

Masyarakat, jelasnya, melibat ada kejanggalan dari kasus tersebut. Menurutnya hal itu wajar karena memang puzzle belum lengkap. 

Kemudian, bisa jadi adanya kesalahan prosedur dalam mengambil data yang tidak lengkap oleh kepolisian seperti layaknya sebuah penelitian yang seringkali terjadi.

“Tapi bukan berarti tidak bisa dikoreksi. Contoh, kayanya polisi salah dalam melakukan autopsi, kan bisa autopsi ulang. Apakah ketika hasil autopsi itu muncul kemudian bisa dijelaskan? Menurut saya belum bisa, karena autopsi itu kan baru satu puzzle. Puzzle lain bagaimana, jadi seluruh puzzle lengkap dan bisa disatukan,” tandas Kisnu

Menurutnya, keterbukaan informasi bisa jadi kunci penyelesaian kasus tersebut. Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle itu informasinya bisa diperoleh dari berbagai sumber salah satunya korban, saksi dan bukti lainnya.

“Lalu digital evidence. Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada disitu. Contoh, saya ada disitu tertangkap CCTV, apakah saya pembunuhnya? Dia hanya menjawab, dapat satu puzzle lagi,” jelas dia. 

Selain itu, Kisnu menyebut handphone dari para yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa oleh ahlinya untuk diperiksa call data record, pertukaran pesan dan lainnya. Namun, kata dia, apakah itu bisa memudahkan untuk memberikan penjelasan.

“Ya tentu saja belum, karena data itu hanya menunjukkan telah terjadi komunikasi antara jam sekian sampai jam sekian, kemudian tidak terjadi komunikasi lagi jam sekian,” ucapnya.

Maka dari itu, Kisnu mengatakan tiap disiplin ilmu terkait upaya pembuktian terjadinya kejahatan itu pada dasarnya sangat spesifik. 

Di samping itu, Kisnu juga mengingatkan publik jangan beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban. 

Dalam ilmu kriminologi, kata dia, ada teori yang menyebutkan bahwa pelaku kejahatan biasanya memang meninggal dunia karena adanya paradigma interaksionisme simbolik.

Menurut dia, teori David F. Luckenbill menjelaskan tahapan terjadinya kekerasan. Mulai dari awal sampai dengan adanya kematian atau korban adalah pertukaran simbol yang berlangsung dalam suatu interaksi. Ujungnya kekerasan, tapi sebelumnya harus melewati beberapa tahapan. 

“Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, ada yang mentrigger munculnya simbol,” jelasnya.

Tapi masalahnya, Kisnu mengatakan seringkali seseorang yang mentrigger itu memunculkan definisi situasi yang baru. Definisi situasi baru itulah menyebabkan audiens merespon, ketika direspon dia merespon balik. Sampai pada satu titik, pertukaran simbolnya ini mencapai titik kritis. 

“Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan sesorang meninggal dunia," pungkasnya. (Ant/OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya