Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR hukum konstitusi Bivitri Susanti mengungkapkan upaya menghidupkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan adalah tidak bisa diterima secara keilmuan. Bivitri menganggap upaya penghadiran PPHN lewat konvensi ketatanegaraan seperti rekomendasi Badan Pengkajian MPR sebagai hal yang mengada-ada.
"Itu ngaco secara keilmuan. Mengada-ada banget. Memang salah satu sumber hukum tata negara adalah konvensi, tapi konvensi artinya praktik yang berulang-ulang kayak pidato presiden 17 Agustus. Tapi kalau mengubah suatu substansi, materi, muatan konstitusi atau UU, tidak ada," ujarnya di Jakarta, hari ini.
Sebelumnya, rapat Gabungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI bersama pimpinan fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyetujui rencana menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN tanpa melalui amendemen UUD 1945.
Kendati demikian, partai-partai belum sepakat dengan bentuk payung hukum PPHN. Fraksi Golkar menolak usul PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan seperti rekomendasi Badan Pengkajian MPR.
"Rekomendasi Badan Pengkajian MPR adalah wacana penetapan TAP MPR RI sebagai dasar hukum PPHN tanpa harus melakukan amandemen UUD 1945, yang oleh Badan Pengkajian MPR disebut konvensi ketatanegaraan. Terhadap wacana ini, Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Idris Laena.
Baca juga: Jelang Pendaftaran, KPU Pastikan Parpol Dapat Perlakuan Setara dan Adil
Bivitri menambahkan, konstitusi Indonesia memang sudah tidak lagi punya PPHN. Dengan model pemilihan presiden langsung seperti sekarang, tidak ada haluan negara yang perlu diberikan kepada presiden karena presiden dipilih berdasarkan visi-misi.
"Saya juga orang yang tidak setuju. Karena saya kira argumen dasarnya itu memang konstitusi," terusnya.
Menurutnya, konvensi ketatanegaraan itu adalah praktik ketatanegaraan yang berulang-ulang dan sudah diterima sebagai praktik. Konvensi ketatanegaraan tidak bisa mengubah konstitusi ataupun UU.
Tanpa Konsekuensi
Senada, Direktur PSHK Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) Anang Zubaidy menilai tidak tepat upaya menghadirkan PPHN lewat konvensi ketatanegaraan.
"Hanya kalau pertanyaannya apakah PPHN itu bisa masuk sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan menurut saya tidak tepat. Karena dia tidak dilakukan berulang-ulang, terlebih lagi setelah MPR mengalami perubahan secara struktur maupun kewenangan pasca-amandemen UUD," ujarnya.
Menurutnya, konvensi ketatanegaraan sebenarnya hukum tidak tertulis. Dikatakan sebagai konvensi ketatanegaraan ketika ada perbuatan hukum yang berulang-ulang, dilakukan terus menerus, dan seolah-olah menjadi keharusan untuk dilakukan.
Baca juga: Lawatan Jokowi ke Berbagai Negara Bentuk Konsistensi Menjaga Ketertiban Dunia
Namun praktik tersebut tidak mempunyai landasan hukum tertulis misalnya upacara ataupun pidato presiden pada sidang MPR. Oleh karena itu PPHN tidak bisa dimasukkan sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan.
"Hanya kalau pertanyaannya apakah PPHN itu bisa masuk sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan menurut saya tidak tepat. Karena dia tidak dilakukan berulang-ulang, terlebih lagi setelah MPR mengalami perubahan secara struktur maupun kewenangan pasca amandemen UUD," lanjutnya.
Jika hal itu dipaksakan akan membawa dampak yang cukup rumit.
"Kalau dia (PPHN) masuk sebagai konvensi, jelas tidak bisa ada konsekuensi. Kalau dipaksakan, ke mana? Siapa yang mau dipaksakan? Karena dia tidak punya konsekuensi," lanjutnya.
Zubaidy menduga ada pihak yang ingin mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi dengan kewenangannya. "Menurut saya begini, MPR ataupun DPD yang menginginkan itu sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan, karena mereka menganggap MPR pasca-amendemen ini kan sebagai lembaga yang tidak punya kewenangan. Dia ada kayak tidak ada. Kemudian cari-cari alasan, peluang yang bisa digunakan. Bisa jadi begitu," pungkasnya.(OL-4)
JELANG penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR dalam rangka peringatakan Hari Kemerdekaan RI, pimpinan MPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/7).
WAKIL Ketua MPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mendorong inovasi serta capaian prestasi mahasiswa vokasi di Tanah Air.
PEMBERDAYAAN penyandang disabilitas perlu terus ditingkatkan untuk mendukung proses pembangunan nasional. Saat ini berbagai tantangan masih kerap dihadapi oleh penyandang disabilitas.
SETIAP anak bangsa harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar Kebangsaan untuk menjawab tantangan di masa datang.
PELESTARIAN dan pemanfaatan situs purbakala harus terus dilakukan. Salah satunya untuk mendukung upaya mewujudkan ketersediaan sarana pendidikan yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Transisi energi peralihan dari energi berbasis karbon menuju sumber energi bersih dan terbarukan seperti surya, angin, air, dan geotermal kini dipandang sebagai kebutuhan moral
Koperasi Merah Putih mampu mendorong transformasi dan menumbuhkan geliat ekonomi di daerah.
Sultan menjelaskan, DPD RI memiliki mandat konstitusional untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Perda dan Ranperda, terutama yang berkaitan dengan tata ruang dan kewilayahan.
MASYARAKAT begitu antusias menyaksikan Kejuaraan Tinju Amatir PFM Cup I Tahun 2025.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai menjadi pilar strategis pembangunan nasional yang harus mendapat dukungan dari berbagai komponen bangsa.
Nasir Djamil mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil alih sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut)
Masalah pertambangan di kawasan Raja Ampat akhir-akhir ini menuai kritikan dari berbagai pihak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved