Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MANTAN Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin menjelaskan soal dugaan penyelewengan dana kompensasi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Menurutnya, masalah itu adalah urusan bisnis antara ACT dengan Boeing.
"Ini kan B to B, bisnis to bisnis, antara Boeing dengan ACT. Kalaupun ada kekurangan sana sini tentunya nanti dievaluasi akhir dan akan di-follow up," kata Ahyudin di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (14/7).
Ahyudin mengatakan dalam bisnis tersebut, Boeing dan ACT sepakat menyalurkan kompensasi dalam bentuk program. Dia menegaskan tidak ada kesepakatan dana tunai yang diberikan kepada keluarga korban dalam kesepakatan yang ada.
Baca juga: Ahyudin Bersikeras tidak Ada Penyelewengan Dana di ACT
Dia menyebut program itu masih berlangsung sampai sekarang. Namun, dia tidak bisa menjelaskan progres program itu karena sudah keluar dari ACT.
"Januari hingga Juli ini kan semuanya dipantau begitu ya oleh para pengurus yayasan," tutur Ahyudin.
Dia tidak memerinci lebih lanjut kesepakatan bisnis antara ACT dan Boeing. Menurutnya, bakal ada evaluasi mendalam setelah program itu kelar.
"Mana yang kurang tentu saja diperbaiki, begitu sih," tutur Ahyudin.
Bareskrim Polri telah membentuk tim khusus yang melibatkan lima subdirektorat (subdit) yang ada di Dittipideksus. Pembentukan tim khusus agar penanganan kasus ACT terlaksana dengan cepat, serius, dan profesional.
Polri mengungkap ketidakberesan lembaga filantropi ACT mengelola dana bantuan untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Dana tersebut diduga disalahgunakan oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
"Melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/7).
Ketika dana bantuan tersebut masuk, Ahyudin menjabat merangkap ketua, pengurus, dan pembina di ACT. Sedangkan Ibnu selaku ketua pengurus.
Lembaga filantropi tersebut juga menampung donasi Rp60 miliar per bulan. Total donasi itu langsung dipangkas 10%-20% oleh ACT. Jumlah tersebut setara dengan Rp6-12 miliar.
Pemotongan tersebut untuk membayar keperluan gaji pengurus dan seluruh karyawan ACT. Sejumlah pihak lain di dalam struktur ACT juga kecipratan uang tersebut. Pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi itu.
Polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Polisi akan merampungkan pemeriksaan petinggi ACT terlebih dahulu, kemudian memeriksa saksi ahli baru gelar perkara untuk penetapan tersangka. (OL-1)
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengevaluasi kerja sama dengan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Sebelumnya, PPATK menemukan dugaan penyelewengan terkait dana organisasi ACT untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.
Ariza menambahkan, pencabutan izin yang dilakukan Kemensos menjadi salah satu dasar untuk mencabut izin operasional ACT
Hingga saat ini, Pemprov DKI Jakarta belum mencabut izin operasional lembaga ACT, karena masih melakukan evaluasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurut Ahyudin, mereka memaksa dirinya untuk menandatangani surat pengunduran diri saat itu juga. Bahkan ia menyebut rombongan itu menolak bubar.
“Informasi yang berkembang mengenai gaji yang diterima presiden ACT sebelumnya sebesar Rp250 Juta, kami belum tau persis itu sumbernya dari mana dan data itu tidak seperti yang ada.”
Ahyudin menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 12 jam lamanya dari pukul 08.30 WIB sampai dengan 21.00 WIB.
Ketua Dewan Pembina ACT tersebut menegaskan bentuk program yang diamanahkan oleh Boeing kepada ACT dalam bentuk program pengadaan fasilitas umum.
Ibnu Khajar dan Ahyudin sudah tiga kali diperiksa penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri. Pertama pada Jumat (8/7), Senin (11/7), dan Selasa (12/7).
Ahyudin mengatakan laporan keuangan ACT sejak 2005 sampai 2020 semuanya sudah diaudit dan mendapatkan predikat WTP.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved