Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

MK Tolak Permohonan Anis Matta Soal Keserentakan Pemilu

Indriyani Astuti
07/7/2022 13:15
MK Tolak Permohonan Anis Matta Soal Keserentakan Pemilu
Anis Matta saat meberikan keterangan pers pada 2019 lalu.(Antara)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (pemilu), yang dimohonkan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta dan Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Siddiq. 

Adapun MK berpendapat bahwa pemilu harus tetap diselenggarakan secara serentak, demi penguatan sistem pemerintahan presidensial.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 35/PUU-XX/2022 di Jakarta, Kamis (7/7).

Anis Matta dan Mahfudz Siddiq diketahui menguji Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap UUD 1945. Intinya, para pemohon meminta MK untuk menyatakan dua pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau inkonstitusional bersyarat.

Baca juga: Ketum Partai Gelora Anis Matta Gugat Ketentuan Pemilu Serentak

Dalam hal ini, jika pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan serentak dengan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau pemilihan legislatif (pileg).

Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut meski MK memberikan pilihan model pemilu serentak dengan lima kotak suara, sebagaimana ditegaskan dalam putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, pilihan model tersebut harus menjaga sifat keserentakan pemilu.

Termasuk, untuk memilih anggota DPR dan DPD RI, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Mahkamah menilai keserentakan pemilu merupakan konsekuensi logis dalam penguatan sistem presidensial. 

Baca juga: Demokrat Bantah Mensyaratkan AHY Jadi Capres atau Cawapres dalam Penjajakan Koalisi

Sejauh ini, lanjut Saldi, pihaknya belum melihat ada alasan yang kuat untuk mengubah pendapat mengenai keserentakan pemilu. “Keinginan pemohon untuk menyelenggarakan pemilihan DPR, DPD dan DPRD dilaksanakan terlebih dahulu dari pemilu presiden, meskipun pada tahun yang sama," tuturnya.

"Sama saja mengembalikan model pemilu 2004, 2009 dan 2014, telah tegas dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah,” sambung Saldi.

Mahkamah kembali menegaskan belum ada alasan hukum dan kondisi yang fundamental. Dalam hal ini, untuk menggeser pendirian terkait frasa ‘serentak’ pada Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1), sehingga harus tetap dinyatakan konstitusional.(OL-11)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya