KEPALA Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, Frits Ramandey, berharap Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar memiliki sensitifitas dan keberpihakan pada korban dalam mengadili kasus dugaan pelanggaran HAM berat Peristiwa Paniai 2014. Rencananya, sidang pertama perkara tersebut akan digelar pada Senin (27/6) mendatang.
"Papua sudah punya pengalaman kasus Abepura. Kita berharap pengadilan itu punya sensitifitas, dan kami punya keyakinan pengadilan punya keberpihakan pada korban," kata Frits saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (18/6).
Ia mengaku, tugas Komnas HAM sebagai penyelidik kasus dugaan pelanggaran HAM berat Peristiwa Paniai telah rampung. Kendati demikian, pihaknya akan mendorong para saksi korban maupun korban untuk terlibat memberikan kesaksian di pengadilan.
Lebih lanjut, Frits meminta semua pihak harus menghormati jalannya persidangan. Di sisi lain, ia menginginkan proses persidangan yang berjalan secara adil adil dan menjunjung prinsip-prinsip keadilan.
Kejaksaan Agung melalui Direktorat Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Piadana Khusus (JAM-Pidsus) telah mentapkan Mayor Inf (Purn) Isak Sattu sebagai tersangka dan menyeretnya ke pengadilan sebagai terdakwa kasus Peristiwa Paniai. Saat peristiwa itu terjadi pada 7-8 Desember 2014, Isak menjabat sebagai Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
Baca juga: Restorative Justice Penting Digalakkan Sesuai Dengan Prinsip Keadilan
Berdasarkan petikan surat dakwaan yang diunggah Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, Isak disebut sebagai perwira dengan pangkat tertinggi yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan Danramil yang berada dalam wilayah koordinasinya, termasuk di Koramil 1705-02/Enarotali.
Terdakwa seharusnya mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif sedang atau baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat, yakni kejahatan terhadap kemanusiaan, melakukan serangan yang meluas atau sistemik yang diketahuinya.
Kejagung mendakwa Isak dengan dua dakwaan. Pertama, terkait serangan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan. Kedua, terkait serangan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa penganiayaan terhadap satu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamain, atau alasan lain yang dilarang menurut hukum internasional.
"Dan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak melakukan tindakan yang layak dan diperluakan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," pungkas kutipan surat dakwaan tersebut.
Diketahui, Perisitwa Paniai telah mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka. Perkara tersebut teregister dengan Nomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks. Adapun nama Direktur Pelanggaran HAM Berat JAM-Pidsus Erryl Prima Putra Agoes tercatat sebagai penuntut umum. (OL-4)