Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
ANGGOTA Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memastikan penundaan pemilu dengan alasan menjaga momentum perbaikan ekonomi melanggar konstitusi. Hal itu karena alasan tersebut tak masuk dalam klasifikasi menunda pemilu dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Betul (penundaan pemilu karena alasan ekonomi melanggar konstitusi)," kata Titi Anggraini saat dihubungi, Sabtu (26/2).
Dia menjelaskan dalam UU Pemilu juga tidak dikenal terminologi penundaan pemilu. Payung hukum pesta demokrasi itu hanya mencantumkan pemilu lanjutan dan susulan. Berdasarkan Pasal 432 ayat 1 UU Pemilu ada sejumlah alasan pesta demokrasi masuk kategori dilanjutkan. Yakni, terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan tidak dapat dilaksanakan.
"Berdasarkan hukum pemilu (UU Pemilu) dan konstitusi, tidak ada ruang menunda pemilu karena alasan ingin menjaga momentum perbaikan ekonomi," ungkap dia.
Baca juga: Pengurus dan Kader DPD Golkar Jabar Rapatkan Diri untuk Menangi Pemilu
Dia menyampaikan memang ada alasan lain yang dapat mengakibatkan agenda pemilu batal. Yakni, negara tidak memiliki uang untuk menyelenggarakan pemilu. Penyebab tersebut masuk kategori gangguan lainnya dalam UU Pemilu.
"Karena beberapa statement Ketua KPU Arief Budiman waktu itu, Pilkada bisa ditunda kalau tidak ada anggarannya, kalau tidak ada uangnya. Berarti itu (masuk kategori) gangguan lainnya," tukasnya.
Dia menyampaikan pemilu merupakan agenda rutin lima tahunan. Seharusnya, negara sudah terbiasa menyisihkan uangnya untuk menyelenggarakan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Kalau alasannya tidak ada anggaran, akan sangat sulit diterima rasionalitasnya," ungkapnya.
Dia menilai penundaan pemilu yang disampaikan sejumlah partai politik hanya merefleksikan kepentingan pragmatis. Ketimbang melindungi hak konstitusional rakyat dalam berdemokrasi. Sebelumnya, setidaknya sudah dua partai menyampaikan penundaan Pemilu 202 yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PAN.
Kedua partai tersebut menggunakan alasan ekonomi untuk menunda Pemilu 2024. PKB beralasan untuk menjaga momentum perbaikan ekonomi. Sedangkan PAN menilai mahalnya biaya pemilu yang dikaitkan dengan perekonomian Indonesia yang belum stabil.(OL-5)
Selama ini pelaporan dana kampanye hanya dilakukan untuk memenuhi syarat administratif. Dana yang dilaporkan juga diduga tak sepenuhnya sesuai dengan realitas di lapangan.
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan pihaknya akan hati-hati dalam membahas revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Pernyataan Menteri Keuangan yang menganggap penghasilan guru dan dosen sebagai ‘tantangan’ bagi keuangan negara menunjukkan adanya misinterpretasi terhadap amanat konstitusi.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
YLBHI menyebut usulan revisi Undang-Undang (UU) TNI bertentangan dengan agenda reformasi dan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI yang membawa rezim Neo Orde Baru.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved