YAYASAN LBH Indonesia (YLBHI) dan sejumlah LBH daerah mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pengujian Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mereka menilai putusan inkonstitusional bersyarat tersebut merupakan hasil kompromi.
“Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK,” kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam keterangan pers bersama, hari ini.
Asfinawati menyebutkan, putusan ini jelas menunjukkan pemerintah dan DPR telah salah, yakni melanggar Konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU. Walaupun, tambahnya, putusannya disebut inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki.
Baca juga: Omnibus Law Inskonstitusional Bersyarat, Pengusaha Khawatir
Menurut mereka, seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan “Batal” saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. “Ini juga membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum,” jelasnya.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup. “Kita juga Meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup,” tegasnya.
Selain itu, tambahnya, ada fakta 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat UU OLCK sesuai dengan Konstitusi semakin memperlihatkan adanya kompromi tersebut. “Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti,” ungkapnya. (OL-4)