Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Gugatan Walhi dan Jatam Dinilai DPR Kabur

Cahya Mulyana
08/11/2021 15:05
Gugatan Walhi dan Jatam Dinilai DPR Kabur
Anggota DPR RI, Arteria Dahlan(MI/M Irfan )

JUDICIAL review Undang-Undang No 3/2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) oleh koalisi masyarakat yang tergabung dalam gerakan Bersihkan Indonesia dinilai DPR kabur dan tidak jelas. 

Gugatan para pemohon lemah terkait pelaksanaan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pemerintah pusat dan pemerintahan daerahserta korelasinya terhadap kerusakan lingkungan dan kriminalisasi bagi masyarakat/aktivis/penggiat yang melakukan upaya advokasi.

"Permohonan para pemohon kabur atau tidak jelas. Para pemohon hanya menyebutkan batu uji terhadap permohonannya sementara dalam kedudukan hukum atau legal standingnya para pemohon tidak menyebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji," ujar perwakilan DPR RI, Arteria Dahlan pada agenda sidang mendengarkan keterangan DPR dan Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (8/11).

Diketahui judicial review dengan nomor 37/PUU-XIX/2021 diajukan dua organisasi masyarakat sipil, yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim), serta dua warga terdampak, Nur Aini (petani dari Desa Sumberagung, Banyuwangi, Jawa Timur) dan Yaman (nelayan asal Desa Matras, Sungailiat, Bangka Belitung).

Menurut Arteria kedudukan hukum para pemohon permohonan ini menjadi tidak jelas. Pasalnya para pemohon tidak menjelaskan hak konstitusional diberikan UUD 1945.

Baca juga: MAKI Desak Kejagung Kejar Aset Heru Hidayat Hingga ke Luar Negeri

Selain itu, kata dia, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak mengatur hak konstitusional melainkan mengatur bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kemudian Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 juga tidak mengatur hak-hak konstitusional melainkan mengatur konsep perekonomian nasional yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

"Sehingga pasal a quo tidak relevan dijadikan batu uji hak konstitusional para pemohon," tegasnya.

Selanjutnya, Arteria mengatakan hak dan kewenangan konstitusional para pemohon dianggap telah dirugikan oleh UU yang sedang diuji. Batu ujinya meliputi Pasal 28C ayat 1, 28C ayat 2, 28 G ayat 1, 28G ayat 1 dan 28H ayat 1 UUD 1945.

Bahwa para pemohon berbentuk organisasi privat, non goverment atau lembaga swadaya masyarakat yang sesuai anggaran dasarnya melakukan upaya-upaya pelestarian lingkungan dan pembelaan atas hak-hak masyarakat masih dapat mendapatkan hak-hak yang diatur tersebut. Terhadap dalil-dalil pemohon satu dan dua.

"DPR menerangkan bahwa berlakunya pasal-pasal a quo tidak serta merta menghalangi hak atau kewenangan konstitusional pemohon satu dan dua dalam menjalankan tugas dan perannya," pungkasnya.

Menurut Ketua Majelis Hakim persidangan perkara ini, Anwar Usman, sidang berikutnya akan mengagendakan mendengarkan keterangan pemerintah. Selain itu juga mendengarkan dua dari empat saksi ahli yang diajukan para pemohon.

"Agenda sidang tersebut akan dilakukan pada 6 Desember," pungkasnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya