Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Nonpartisan Syarat Mutlak Calon Anggota KPU dan Bawaslu

Sri Utami
04/10/2021 16:50
Nonpartisan Syarat Mutlak Calon Anggota KPU dan Bawaslu
Para pembicara webinar tentang seleksi calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI periode 2022-2027, Senin (4/10).(KEMENDAGRI)

CALON komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) periode 2022-2027 harus memiliki rekam jejak yang baik. Mereka wajib memiliki pemahaman kuat terkait wawasan kebangsaan, kepemiluan, berintegritas, serta nonpartisan. 

Pengamat politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan dalam mencari calon anggota penyelenggara pemilu nonpartisan bukan perkara mudah. Hal itu karena rekam jejak pernah beraktivitas dalam politik seperti menjadi anggota partai, pendukung kandidat tertentu juga merupakan bagian partisipasi warga negara.

“Memang ditonjolkan di era reformasi ini. Tapi karena ini KPU dan Bawaslu, sikap nonpartisan ini harus ditegakkan. Dan ini tantangan panitia seleksi dan uji kelayakan di DPR, mencari orang-orang yang punya rekam jejak nonpartisan dan berintegritas,” jelas Sri dalam diskusi daring bertajuk Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu RI Periode 2022-2027, Senin (4/10).

Sejatinya dalam seleksi calon komisioner ada dua ranah yakni panitia seleksi (pansel) dan DPR. Keduanya bisa menjadi saling melengkapi atau kontradiktif pada akhirnya. 

Menurut Sri, tahap seleksi mulai dari saringan pertama daftar riwayat hidup seleksi administrasi penting untuk dilihat secara teliti. Kerja berat pansel ada pada tahap awal tersebut.

“Karena semakin mumpuninya pengalaman seseorang maka kompetisi ketat itu akan terjadi di tahap seleksi administrasi. Tapi ada persoalan anggaran yang hanya menjatahkan sekian orang untuk adanya tes tertulis dan sebagainya karena semua didanai oleh APBN sehingga faktor itu juga mempersempit ruang kerja pansel untuk dapat menyeleksi secara ketat. Jadi, pernah jadi penyelenggara saja itu tidak cukup, dia harus punya kualifikasi yang lain,” terang Sri.

Sri juga menekankan calon anggota penyelenggara pemilu juga harus dipastikan memiliki pengetahuan yang mumpuni. Selain terkait kepemiluan dan wawasan kebangsaaan yakni pluralitas, perspektif kebangsaan, inklusivitasnya harus tecermin dari kedua tes seleksi. 

Ia mengingatkan KPU dan Bawaslu bukan mewakili kelompok golongan, melainkan menyelenggarakan pemilu untuk kemenangan rakyat. Hal ini juga diamanatkan dalam undang-undang dan komitmen melaksanakannya yang harus dimiliki oleh setiap calon anggota penyelenggara pemilu.

“Dari UU memang ada upaya kalau yang terpilih itu tidak korupsi, bersih, jujur dan memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan perhelatan besar,” imbuh Sri.

Lebih jauh, lanjut Sri, pansel dan DPR masih memiliki masalah dalam melakukan seleksi, di antaranya dalam seleksi administrasi banyak masalah yang muncul karena ketatnya kompetisi dengan banyaknya pendaftar yang sarat pengalaman. Di sisi lain, pendaftar wanita masih sedikit. 

Masih minimnya persepektif gender dan kesetaraan dalam proses seleksi berpotensi timbulnya diskriminasi terhadap calon. Oleh karena itu, dibutuhkan transparansi dalam proses seleksi oleh pansel dan DPR termasuk penguatan kebijakan afirmatif dalam peraturan teknis seleksi dan pengambilan keputusan di DPR agar meningkatkan jumlah kandidat perempuan calon anggota KPU dan Bawaslu.

“Sedangkan masalah di DPR sebelum fit dan proper test dimungkinkan terjadi pertemuan anggota DPR dengan calon yang memungkinkan terjadi transaksional untuk menetapkan hasil seleksi dan pascaterpilih. Juga tata tertib seleksi di DPR perlu diperjelas dan dikomunikasikan kepada publik," ungkap Sri.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi II DPR Junimart Girsang menilai proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tidak bisa dilepaskan dalam kepentingan politik. 

“Soal kepentingan politik itu pasti tapi yang harus dibedakan harus kepentingan politik yang tidak merugikan siapa pun. Dan yang sudah kami bicarakan bahwa komisioner harus yang sudah selesai dengan diri sendiri. Karena sesuai UU No 7 Tahun 2011 disebutkna syarat calon punya integritas, berkepribadian yang kuat, jujur dan adil,” tutur Junimart.

Dalam faktanya tidak sedikit angota penyelenggara pemilu yang terseret masalah hukum. Hal ini, kata Junimart, tidak hanya menjadi perhatian tapi harus diselesaikan sehingga nantinya DPR mampu memperkecil potensi pelanggaran hukum yang dilakukan anggota KPU dan Bawaslu.

“Selama ini ada yang melanggar hukum, kolusi, ini yang harus kita bereskan sekecil mungkin peluang ini,” ucap Junimart.

Selanjutnya Komisi II DPR akan membentuk tim khusus yang bertugas mencari dan mendalami rekam jejak calon. Walau pun nanti dalam praktiknya DPR dalam melakukan fit and proper test hanya membutuhkan waktu 2-3 hari.

“Dan dalam fit and proper test harus terbuka kita akan uji di sana dan jika sudah terbuka maka tidak akan ada kecurangan di sana,” tandas Junimart. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya