INDEKS Efektivitas Pemerintah (Government Effectiveness Index) Indonesia yang dirilis Bank Dunia mengalami perbaikan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan reformasi birokrasi akan terus dijalankan. Pemerintah juga menegaskan tidak boleh ada lagi praktek pungli dan perizinan yang berbelit.
"Tidak boleh ada lagi pungli, perizinan berbelit-berbelit, dan laporan aduan yang tidak ditanggapi dalam birokrasi pemerintah," kata Moeldoko melalui keterangannya, Senin (27/9).
Berdasarkan rilis Bank Dunia, skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia naik dari sebelumnya dengan skor 60,1 menjadi 65,3 dalam skala 100. Kenaikan skor tersebut sekaligus memperbaiki peringkat Indonesia dari posisi 84 menjadi 73. Capaian itu merupakan peningkatan tertinggi sejak 1996.
Indeks Efektivitas Pemerintah merupakan alat ukur kinerja birokrasi di 214 negara di dunia. Parameternya yaitu kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Moeldoko menyatakan penilaian yang makin membaik dari Bank Dunia itu perlu menjadi momentum untuk terus meningkatkan efektivitas kinerja birokrasi baik di pusat maulun daerah.
"Upaya pemerintah untuk menjaga akuntabilitas dan efektifitas kinerja harus terus dilakukan secara serius oleh seluruh jajaran pemerintah pusat, khususnya di daerah," ujar Moeldoko.
Baca juga: Mahfud Minta Kepolisian Lebih Sigap, Polisi: Preventive dan Represif
Moeldoko menyampaikan Presiden Joko Widodo menekankan cara kerja birokrasi harus menjadi lebih cepat, efektif, dan akuntabel di masa pandemi ini. Berbagai kebijakan dalam penanganan pandemi melalui refocussing anggaran, penyederhanaan kelembagaan, peningkatan kualitas layanan publik, dan penguatan tata kelola sistem yang bisa menutup celah korupsi, akan terus dilaksanakan secara konsisten dan berintegritas.
"Pemerintah sudah membuat berbagai upaya dengan OSS berbasis resiko, dan penguatan kanal pengaduan LAPOR, serta implementasi saber pungli. Semuanya harus bisa dimanfaatkan oleh publik dengan optimal," kata Moeldoko.
Dia menambahkan pemerintah akan terus memperkuat Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) bersama dengan KPK, Kemendagri, Bappenas, Kemen PANRB, dan masyarakat sipil agar semua kebijakan yang mengarah pada penyederhanaan birokrasi dan penguatan sistem merit dapat dilaksanakan secara konsisten.
Menurut Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani, upaya reformasi birokrasi sampai saat ini masih menghadapi banyak tantangan baik internal maupun eksternal. Hambatan internal yang terjadi di antaranya rendahnya komitmen pimpinan daerah, orientasi kerja birokrasi yang belum sepenuhnya berorientasi pelayanan, serta masih adanya praktek jual beli jabatan.
Adapun tantangan eksternal, kata Jaleswari, adanya rencana revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berpotensi mengubah secara fundamental implementasi sistem merit.
"Semua tantangan ini tidak bisa tidak harus dicegah karena akan berdampak buruk bagi capaian reformasi birokrasi yang saat ini sudah berada dalam jalur yang tepat," ujarnya.(OL-4)