Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 288 ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 293 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sidang Perkara Nomor 21/PUU-XIX/2021 ini digelar pada Senin (13/9/2021) siang secara daring.
Semula agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan pemerintah. Akan tetapi, DPR berhalangan hadir karena memiliki agenda yang sama sehingga meminta penundaan waktu sidang. Senada dengan hal ini, Pemerintah juga meminta penundaan sidang selama 14 hari.
“MK menerima surat permintaan dari presiden untuk menunda persidangan ini karena menurut dari surat pemerintah belum siap dan yang diminta oleh kuasa presiden adalah 14 hari penundaannya. Tetapi nanti dilihat jadwal yang sudah disiapkan oleh panitera sesuai dengan kepadatan persidangan. Untuk itu sidang hari ini tidak bisa dilaksanakan sehingga ditunda hingga Senin 4 Oktober 2021 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden atau Kuasa Pemerintah,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (13/9).
Baca juga : Ketua MPR: Jabatan Presiden 3 Periode Lebih Banyak Mudaratnya
Sebagaimana diketahui, para pemohon merupakan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menguji Pasal 288 ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 293 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Leonardo Siahaan dan Fransicus Arian Sinaga menilai pasal-pasal tersebut multitafsir dan bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon I menilai ketentuan Pasal 293 ayat (2) dan Pasal 288 multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum yang jelas. Dia mengatakan hal ini meresahkan dan menimbulkan kekhawatiran para Pemohon yang memiliki adik kandung dan saudara perempuan, yang rentan menjadi korban percabulan di bawah umur dan sebagai korban kekerasan dalam perkawinan sehingga tidak ada implementasi kepastian perlindungan hukum.
Para Pemohon merasa tidak adanya kejelasan Pasal 288 KUHP mengenai batasan umur yang dimaksud oleh ketentuan a quo. Menurut para Pemohon, seharusnya Pasal 288 KUHP memberikan penjelasan yang jelas usia dari yang dimaksud belum waktunya untuk dikawini. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan perdebatan seperti apa belum waktunya untuk dikawini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 KUHP.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah Pasal 293 KUHP dan 288 KUHP sepanjang frasa belum dewasa dan belum waktunya untuk dikawini tidak mempunyai kekuatan mengikat. Pemohon pun meminta kepada Majelis Hakim menyatakan Pasal 293 ayat (2) KUHP adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional).(OL-2)
MK membuat ketentuan hukum baru dengan mendetailkan bahwa pelaksanaan Pemilu lokal harus dilaksanakan antara dua atau dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Presiden diwakili Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Supratman membantah dalil para Pemohon yang menyebutkan pembentukan UU TNI Perubahan tidak memenuhi asas keterbukaan.
Legislasi harusnya menjadi proses yang harus dijalankan oleh DPR dan pemerintah secara cermat dan hati-hati dan bukan administratif dan kegiatan rutin yang dilakukan para pembentuk UU belaka.
PEMISAHAN pemilu tingkat nasional dan lokal yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai keliru. Itu harusnya dilakukan pembuat undang-undang atau DPR
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Ariyadi menilai bahwa asas ini tidak hanya membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga mengecilkan ruang pengawasan, transparansi dan akuntabilitas terhadap jaksa.
KOMISI III DPR RI segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP.
"Adalah tugas kita semua untuk memantau, terutama para akademisi dalam mencermati bagaimana jalannya KUHP yang sudah disahkan."
Revisi KUHP awalnya bakal disahkan pada 2019 setelah semua fraksi sepakat untuk disahkan pada rapat paripurna.
Kegiatan sosialisasi kali ini dikemas dalam bentuk hiburan rakyat di Lapangan Desa Nungkulan Jaten, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved