Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Mengapa Indonesia Gagal di U-23?

Guntur Soekarno Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/pemerhati sosial/fotographer
05/8/2025 05:05
Mengapa Indonesia Gagal di U-23?
Guntur Soekarno Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/Pemerhati Sosial(MI/Seno)

DALAM duka yang mendalam karena wafatnya teman diskusi terutama di bidang sosial ekonomi, Pak Kwik Kian Gie, perasaan penulis bertambah masygul karena skuad Indonesia kalah tipis dari Vietnam dengan skor 1-0 di perhelatan U-23.

Penulis tidak habis pikir bagaimana oleh Vietnam, Indonesia harus menerima kekalahan yang tidak seharusnya terjadi, 1-0. Di mana sebenarnya letak kesalahan dunia persepakbolaan kita yang dalam event-event bergengsi selalu harus jadi pecundang alias selalu di pihak yang kalah.

Penulis rasa ada sesuatu yang tidak benar atau kurang tepat caranya dalam pembinaan dunia persepakbolaan Indonesia selama ini. Sistem yang digunakan ternyata tidak membawa kekuatan yang nyata pada kesebelasan (skuad) kita.

Melihat semua kenyataan yang ada, penulis ingin dunia persepakbolaan Indonesia berani melakukan introspeksi diri dan juga retrospeksi melihat naik dan turunnya kualitas persepakbolaan kita.

Jadi, siapa dalam hal ini yang salah? Tidak ada!

Bila saja kita hendak mencari penyebab kesalahan yang terjadi, penulis rasa ada satu hal yang kita lupakan dan tidak dilaksanakan yakni kita ‘malas’ belajar dari sejarah dunia persepakbolaan kita sendiri. Kita lupa Indonesia pernah berjaya dalam sepak bola. Pernah menjadi ‘Macan Asia’ dalam persepakbolaan. Sayangnya hal tersebut terjadi beberapa dekade yang lewat. Kalau tidak salah di tahun 50-60-an.

Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Baiklah kita adakan kilas balik sejarah.

 

KILAS BALIK MASA KEEMASAN PERSEPAKBOLAAN INDONESIA

Di era sebelum tahun 50-an ketika ibu kota negara hijrah ke Yogyakarta karena masuknya NICA dengan mendompleng pasukan Sekutu yang menang perang Asia Timur Raya dari Jepang, dunia persepakbolaan kita belum apa-apa, masih dalam perkembangan. Bukan hanya dunia sepak bola. Dunia olahraga kita pun masih laksana anak kecil yang baru belajar berjalan.

Namun, dalam hal ini pemerintah kita tidak sedikit pun berputus asa. Bahkan benih-benih semangat nasionalisme dan patriotisme terus-menerus dikumandangkan dan ditempakan ke dalam sekujur nasion. Bahkan, untuk membangkitkan semangat perjuangan kaum perempuan, Presiden Sukarno secara berkala mengadakan kursus politik bagi kaum perempuan yang butir-butir kuliahnya dikumpulkan menjadi satu kitab Sarinah seperti yang sekarang kita kenal.

Mengikuti bait-bait lagu kebangsaan Indonesia Raya, yaitu ‘Bangunlah jiwanya bangunlah badannya’, secara bertahap tapi pasti Presiden Sukarno terus memompakan semangat nasionalisme dan patriotisme, termasuk di dalam dunia olahraga dengan melahirkan PON (Pekan Olahraga Nasional) yang pertama di Solo.

Dari situ lahirlah kemudian PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) yang merangkak setahap demi setahap menjadi satu kesebelasan (skuad) yang andal. Tahun 1949 pihak penjajah Belanda takluk menggigit debu dengan adanya pengakuan kedaulatan RI di seluruh kekuasaannya kecuali Papua (Irian Barat).

 

MASA KAWAH CANDRADIMUKA PERSEPAKBOLAAN INDONESIA

Pada era tahun 50-an di mana ibu kota RI kembali ke Jakarta atas inisiatif dan instruksi Presiden Sukarno, Menteri Olahraga Maladi diinstruksikan agar sesering mungkin mengundang kesebelasan-kesebelasan luar negeri untuk bertanding di Indonesia khususnya Jakarta. Sejak itu berdatanganlah. Setiap 2-3 bulan sekali kesebelasan-kesebelasan luar negeri seperti Aryan Gymkhana dari India, Dynamo Moskow dan Spartak Moskow dari Uni Soviet, serta kesebelasan nasional Yugoslavia dan sebagainya bertanding melawan PSSI, juga Persija, Persib, bahkan PSM dan Persebaya.

Lahirlah nama legendaris seperti Wilhelm Gottfried Parengkuan, Maulwi Saelan sebagai penjaga gawang; Ramang, Kiatsek, Tan Lionghow, juga dari Persebaya ada Sidhi, dari Persib Bandung ada Witarsa, dan seterusnya.

Untuk memberi semangat kepada skuad Indonesia, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta selalu hadir dalam pertandingan tersebut di atas. Bahkan, setiap turun main, Presiden Sukarno selalu menemui para pemain Indonesia di ruang ganti pakaian untuk memberi semangat juang mereka.

Kegiatan ini terus berjalan bahkan lebih dari itu secara pribadi Presiden Soekarno minta kepada sahabatnya, Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, agar dapat mengirimkan seorang pelatih yang andal untuk mempersiapkan PSSI menghadapi Olimpiade 1957 di Melbourne, Australia.

Tanpa berlama-lama masuklah tahap pengembangan dunia persepakbolaan Indonesia ke tahap pelatih Tony Pogacnik dari Yugoslavia, utusan Presiden Josip Broz Tito! Hasilnya menakjubkan, dunia persepakbolaan Indonesia meroket menjadi skuad yang terkuat di Asia Tenggara! Buktinya, di Olimpiade Melbourne, salah satu kquad terhebat dunia Uni Soviet ditahan sama kuat 0-0 oleh PSSI!

Belajar dari sejarah adalah penting; mahapenting!

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya