Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

UU Otsus Prioritaskan Orang Asli Papua

Cahya Mulyana
16/7/2021 08:30
UU Otsus Prioritaskan Orang Asli Papua
Mendagri Tito Karnavian (kanan) menyampaikan pandangan pemerintah saat Rapat Paripurna DPR RI Ke-23, Kamis (15/7).(ANTARA/Joni Iskandar/HO)

DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) untuk Papua dan Papua Barat. Landasannya guna meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan rakyat di Bumi Cendrawasih itu lewat optimalisasi dana otsus.

"Perubahan (UU) ini mereformasi untuk lebih mengawal pembangunan di Papua dan memprioritaskan hak-hak OAP (Orang asli Papua)," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang kepada Media Indonesia, Jumat (16/7).

Menurut dia, penghormatan untuk OAP lebih utama dalam UU ini. Bahkan terdapat satu pasal yang khusus menghormati OAP seperti di Pasal 68A.

Baca juga: Paskalis Kossay Sebut UU Otsus Jembatan Emas Menuju Papua Sejahtera dan Mandiri

"Pasal ini mensyaratkan dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan otsus dan pembangunan di Papua dibentuk suatu badan khusus yang bertanggung langsung kepada presiden yang diketuai wakil presiden dan beranggotakan menteri dalam negeri, kepala Bappenas, menteri keuangan dan satu satu perwakilan dari setiap provinsi di yang ada di Papua," paparnya.

Politisi PDIP ini juga mengatakan terdapat pasal lain juga yang menjunjung hak-hak OAP.

"Konsentrasi pasal lainnya memberdayakan sumber daya OAP dan melakukan pemilu untuk DPRK yang dipilih langsung dan penunjukan langsung untuk 1/4 kursi bagi OAP dari jumlah total kursi di DPRK," jelasnya.

Secara keseluruhan, UU Otsus Papua hanya terdapat perubahan dan penambahan dengan total 20 pasal. Perubahan kedua yang dilakukan terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 meliputi perubahan 18 pasal dan penambahan dua pasal.

"Pasal baru, yaitu pasal 6A dan pasal 68A sehingga menjadi 20 pasal. Kemudian tiga pasal dari usulan pemerintah yaitu pasal 1, 34, dan 76 dan 15 pasal di luar usulan pemerintah yaitu pasal 4, 5, 6, 7, 11, 17, 20, dan penjelasan pada pasal 24 ayat 1, pasal 28, 36, 38, 56, 59, 68 dan penjelasan pasal 75," tutupnya.

Sementara itu Anggota DPR asal Fraksi PKB Muhammad Fauzan Nurhuda Yusro memaparkan substansi perubahan UU Otsus lebih pada penguatan pengawasan implementasi dana otsus. Dalam Bab tentang Pengawasan khususnya Pasal 67 tidak diubah namun diperkuat melalui Pasal 34 ayat (14).

"Nantinya pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otsus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4 dan angka 5, huruf e, dan huruf f dilakukan secara koordinatif sesuai dengan kewenangannya oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri," paparnya.

Mekanisme lebih rinci mengenai penguatan pengawasan, kata dia, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan penyusunannya juga dikonsultasikan ke DPR melalui komisi yang membidangi.

Perubahan itu, lanjut dia, berdasarkan hasil evaluasi dari otsus sebelumnya. Bahwa tata kelola penerimaan anggaran otsus menimbulkan banyak masalah, antara lain kurang transparan, kurang akuntabel dan tidak tepat sasaran.

"Sehingga dana otsus tidak dinikmati oleh keseluruhan masyarakat Papua," tegasnya.

Ia menegaskan, DPR dan pemeritah menginginkan Papua lebih maju untuk mengejar ketertinggalan.

"Sehingga terkait dengan pasal pemekaran, DPR menilai dari pengalaman yang ada, bahwa pemekaran justru membuat daerah lebih bisa maju dalam membangun daerahnya sendiri. Lihat Papua Barat sekarang maju kan," terangnya.

Menurut dia, dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta menjamin aspirasi dan afirmasi terhadap masyarakat adat Papua, UU ini mengatur kembali kebijakan afirmatif dalam kelembagaan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 6, ada penambahan norma untuk mempertegas anggota DPRP berasal dari anggota yang dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan diangkat dari unsur Orang Asli Papua (OAP)," terangnya.

DPRP yang diangkat tersebut, tidak boleh berasal dari partai politik dan di dalamnya harus harus mengakomodasi 30% unsur perempuan. Anggota DPRP yang diangkat berjumlah sebanyak ¼ atau satu per empat kali dari jumlah anggota DPRP yang dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masa jabatanya adalah lima tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRP yang dipilih. Lalu, mengenai teknis ketentuan lebih lanjut mengenai anggota DPRP yang diangkat, diatur dalam PP.

Afirmasi terhadap keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, tidak hanya berlaku bagi DPRP, namun berlaku pula pada tingkatan kabupaten/kota atau DPRK. Pengaturannya, sama dengan pengaturan DPRP. Hanya, dalam penormaan di RUU ini, perlu diatur dalam Pasal tersendiri.

"Oleh karena itu, Fraksi PKB sepakat dengan penambahan dengan menyisipkan Pasal 6A untuk mengatur DPRK tersebut," tutupnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya