Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami perkara dugaan tindak pidana korupsi beruapa suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsesl) Tahun Anggaran 2020-2021. Lembaga antirasuah fokus menelusuri aliran uang haram yang dinikmati tersangka kasus ini, eks Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
"Jumat (17/6) bertempat di Polda Sulsel, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi untuk tersangka NA dan tersangka lainnya," ujar pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (21/6).
Menurut Ali, saksi-saksi yang dimaksud adalah Kwan Sakti Rudy Moha berstatus wiraswasta dan Syamsul Bahri berprofesi sebagai PNS. Keduanya dikonfirmasi terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang ke Nurdin Abdullah dari berbagai pihak.
"Kemudian Andi Sahwan Mulia Rahman berstatus dan Andi Ardin Tjatjo, keduanya PNS, dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai proyek di Sulsel," pungkasnya.
Dalam kasus ini, KPK juga telah memeriksa Ketua Fraksi PPP DPRD Kabupaten Maros Hasmin Badoa. Itu terkait dugaan pembelian tanah oleh Nurdin yang uangnya diduga berasal dari kontraktor proyek di Sulsel.
Penyidik KPK juga mengonfirmasi dugaan aliran dana yang diberikan ke Nurdin Abdullah. Pemeriksaan keduanya dilakukan di Polres Maros, Sulsel. "Kwan Sakti Rudy Moha yang bersangkutan dikonfirmasi terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang yang diterima tersangka NA (Nurdin) melalui tersangka ER (Edy Rahmat)," pungkas Ali.
Dalam perkara itu, lembaga antirasuah menetapkan tiga tersangka. Selain Nurdin, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
KPK menduga Nurdin menerima uang total Rp5,4 miliar terkait perizinan dan proyek infrastruktur di Sulsel. Dari operasi tangkap tangan, KPK menyita Rp2 miliar yang diduga diserahkan Agung kepada Nurdin melalui Edy terkait proyek Wisata Bira.
Selain dari Agung, KPK menduga ada sejumlah uang dari beberapa kontraktor proyek lain. Rinciannya, senilai Rp200 juta pada Desember 2020, Rp2,2 miliar pada awal Februari 2021, dan Rp1 miliar pada pertengahan Februari 2021.
Penyidik juga mengamankan uang sekitar Rp3,5 miliar dari serangkaian penggeledahan di kediaman pribadi dan rumah dinas Nurdin. Penggeledahan terdebut mencakup pula rumah dinas Sekretaris Dinas PUTR, kantor dinas PUTR dan rumah tersangka penyuap Nurdin, yakni Agung Sucipto.
Dalam persidangan dua pekan lalu, Nurdin yang menjadi saksi untuk terdakwa Agung Sucipto mengakui telah menerima uang sebanyak S$150 ribu pada 2019.
Namun, Nurdin membantah uang itu merupakan suap untuk mendapatkan proyek infrastruktur yang dilelang Pemprov Sulsel. "Uang itu tidak ada hubungan dengan segala jenis proyek. Uang itu untuk memenangkan pasangan calon kita di Bulukumba," cetusnya. (P-2)
MANTAN Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, terpidana kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan, bebas bersyarat dari lembaga pemasyarakatan Sukamiskin.
KPK mengembangkan kasus rasuah yang menjerat terpidana sekaligus mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.
"Enam saksi itu semua adalah aparatus sipil negara (ASN) di Dinas PUTR Sulsel,"
KPK melakukan lelang dua jetski milik mantan Gubernur Sulsel untuk mengembalikan kerugian negara.
GUBERNUR Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah memutuskan tidak mengajukan banding atas hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar pada Senin (29/11).
MAJELIS Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Sulawesi Selatan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara kepada Nurdin Abdullah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved