Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
ZANUBAH Ariffah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid mengaku turut prihatin dengan kondisi demokrasi internal Partai Kebangkitan Bangsa, partai yang didirikan oleh ayahnya Abdurrahman Wahid.
"Mbak Yenny sudah mendengar berita-berita menyangkut dinamika internal PKB pasca dilangsungkannya Muscab serentak Tahun 2021 yang menimbulkan ketidakpuasan pengurus daerah," ujar Imron Rosyadi Hamid, juru bicara Yenny kepada Mediaindonesia, hari ini.
Menurutnya, dalam pandangan kami, PKB dibawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar semakin menunjukkan watak oligarkis dan nepotisme yang tidak sehat bagi pengembangan demokrasi.
"Kami mengetuk kesadaran semua pihak termasuk internal DPP bahkan para sesepuh agar mengingatkan Muhaimin Iskandar dan lingkaran elitenya untuk kembali kepada sejarah awal berdirinya partai," ujar Imron.
Baca juga: Lima DPC PKB NTT Dukung Muhaimin Iskandar Capres 2024
Jika Muhaimin tidak ditegur dan tidak diingatkan oleh para sesepuh partai, tutur Imron, akan dianggap sebagai upaya perlindungan kepada Muhaimin yang mulai cenderung oligarkis dan nepotisme di partai. Kesadaran kolektif diperlukan agar proses demokrasi di PKB kembali bisa berjalan normal.
"Kami khawatir, diamnya para sesepuh akan dianggap sebagai upaya perlindungan kepada Cak Imin yang memiliki sejarah kelam terhadap Gus Dur sehingga berdampak pada penilaian negatif kalangan akar rumput terhadap para sesepuh," ungkapnya.
Apalagi, lanjut Imron, Muhaimin mempunyai sejarah masa lalu yang buruk dalam memperlakukan Gus Dur dalam konflik PKB yang masih terus diingat warga NU.
"Gus Dur tidak sekedar Pendiri PKB, tetapi juga cucu Hadratus Syech Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama yang seharusnya tidak diperlakukan seperti itu," tukasnya.(OL-4)
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
PKB menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menghitung banyaknya dampak atau implikasi terhadap pemerintahan dengan memutuskan pemilu nasional dan pemilu daerah dipisah.
Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku.
Usulan ini akan disampaikan saat pembahasan revisi UU Pemilu setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dengan lokal.
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pemilu terpisah tidak berpengaruh terhadap sistem kepengurusan partai. Namun, justru berdampak pada pemilih yang lelah.
PKB mengusulkan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Usulan ini akan disampaikan saat pembahasan revisi UU Pemilu setelah MK putuskan soal pemisahan pemilu.
Cucun kilas balik saat Pansus Haji 2024. Selama perjalanan Pansus, Yaqut disebut kerap menolak hadir dalam pemeriksaaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved