MAHKAMAH Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Boven Digoel mendiskualikasi bupati terpilih di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Yusak Yaluwo karena tidak memenuhi syarat administratif pencalonan. Yusak dinyatakan belum melewati jeda lima tahun sebagai mantan terpidana ketika mendaftar sebagai calon kepala daerah pada Desember 2020.
"Mengabulkan permohonan sebagian. Menyatakan telah terjadi pelanggaran dalam penetapan persyaratan pasangan calon Yusak Yaluwo dan Yakob Waremba. Membatalkan surat keputusan KPU Boven Digoel No 1 tentang Penetapan Rekap Hasil Suara tgl 3 Januari 2021. Menyatakan diskualifikasi Paslon Yusak Yaluwo dan Yakob Waremba," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan gugatan perkara sengketa hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel, di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/3).
Dengan demikian, Mahkamah memerintahkan KPU Boven Digoel menggelar pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan paslon Yusak Yaluwo dan Yakob Waremba. PSU dilaksanakan paling lama 90 hari kerja sejak putusan dibacakan. Hasilnya dituangkan dalam surat keputusan baru tentang penetapan hasil rekap suara.
Dalam pertimbangannya, setelah mempelajari secara seksama, MK meragukan keterpenuhan persyaratan pencalonan Yusak Yaluwo berdasarkan ketentuan Pasal 7 huruf g UU Pemilihan Kepala Daerah yang dimuat lebih lanjut dalam Peraturan KPU 1/2020 dan putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019.
Adanya perbedaan pendapat antara KPU RI dan Bawaslu mengenai pencalonan Yusak, yakni KPU menyatakan pasangan calon Yusak-Yakob tidak memenuhi syarat, karena Yusak belum melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani pidana. Sebaliknya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan Yusak telah selesai melewati masa jeda lima tahun.
Mahkamah mempertimbangkan dalam praktiknya masih ditemukan tafsir yang berbeda pada perkara a quo antara KPU dan Bawasu terhadap makna terpidana Pasal 7 ayat 2 huruf g UU 10/2016 yang ketentuannya diatur dalam Pasal 4 ayat 1 huruf f dan ayat 2(a) PKPU 1/2020.
Mahkamah pada putusan 56/PUU-XVII/2019 telah memutus bahwa mantan terpidana adalah seorang yang telah selesai menjalani pidana penjara dalam Lembaga permasyarakatan (Lapas). Dikarenakan frasa 'pidana penjara' a quo dalam praktiknya dapat diartikan sebagai seseorang yang telah menjalani pidana penjara dalam lapas atau disebut mantan narapidana, Mahkamah menegaskan penggunaan frasa 'pidana penjara' dalam putusan itu tidak terkait dengan ketentuan mantan narapidana.
Dalam putusan MK tersebut penggunaan kata 'penjara' pada amar putusan, dimaksud MK agar tidak terjadi penafsiran lain dengan jenis pidana lain. Mahkamah hanya menegaskan satu jenis pidana yakni pidana penjara. Jika hanya menyebut pidana saja akan berpotensi menimbulkan penafsiran pidana lain pidana mati, pidana kurangan, pidana denda, dan lain-lain.
Dalam putusan ini, Mahkamah menegaskan bahwa selesai menjalani pidana penjara yang dimaksud adalah selesai menjalani pidana penjara. Bagi seorang terpidana yang menjalani masa pidana baik di dalam lapas maupun pembebasan bersyarat (di luar lapas) hal tersebut berkaitan dengan teknis atau tata cara menjalani pidananya.
"Dengan demikian bagi narapidana yang telah diberikan pembahasan bersyarat status hukum yang bersangkutan meskipun tidak lagi narapidana yang bersangkutan masih berstatus sebagai terpidana," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan Mahkamah.
Diuraikan pula oleh Mahkamah bahwa putusan inkracht yang dijatuhkan pada Yusak Yaluwo adalah pidana penjara selama 4 tahun enam bulan dan denda Rp200.000 subsider enam bulan yang telah dibayar.
Proses penahanan terhadap Yusak dimulai 16 April 2010 dan mendapatkan remisi sebanyak 8 bulan 20 hari dan seharusnya telah menjalani pidana pokok pada 26 Januari 2014. Namun, Yusak tidak membayar uang pengganti sebesar Rp 45.772.287.123 sehigga harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun dan harus menjalani pidana penjara baru selesai 26 Januari 2016. Selanjutnya, ia mendapatkan pembebasan bersyarat pada 7 Agustus 2014 dan berakhir 26 Januari 2017.
"Terhadap kasus a quo Yusak Yaluwo belum melewati masa jeda lima tahun pada waktu mendaftarkan diri sebagai calon bupati Boven Digoel, karena masa jeda berakhir 26 Januari 2022. Dengan demikian, penetapan Yusak sebagai calon bupati, tidak sesuai ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf g UU 10/2016," ucap Wahiduddin.
Mahkamah pada sidang tersebut juga menyatakan mengeyampingkan penerapan persyaratan ambang batas perselisihan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU 10/2016, sehingga pemohon dianggap memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan.
Permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di Kabupaten Boven Digoel diajukan oleh paslon nomor urut 3 Martinus Wagi dan Isak Bangri (Martinus-Isak). Mereka memperoleh 9.156 suara. Adapun paslon nomor 4 Yusak Yaluwo dan Yakob Yeremba (Yusak-Yakob) memperoleh 16.319 suara dan ditetapkan KPU sebagai pemenang dalam Pilkada Kabupaten Boven Digoel 2020. (P-2)