Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Dalami Suap dan Gratifikasi, KPK Mulai Periksa Nurdin Abdullah

Tri Subarkah 
05/3/2021 15:56
Dalami Suap dan Gratifikasi, KPK Mulai Periksa Nurdin Abdullah
Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK.(MI/Adam Dwi)

PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah guna pendalaman kasus dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa dalam pembangunan infrastruktur periode 2020-2021.

Selain itu, penyidik turut memeriksa dua tersangka lain, yakni Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Sulsel Edy Rahmat, serta Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.

"Para tersangka diperiksa dalam kapasitas saling menjadi saksi," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Jumat (5/3).

Baca juga: KPK Setor Rp700 Juta ke Kas Negara dari Lima Koruptor

Dalam perkara ini, Nurdin diduga menerima uang Rp2 miliar dari Agung melalui perantara Edy. Pada Minggu (28/2) lalu, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Edy adalah representasi sekaligus orang kepercayaan Nurdin.

Ketiga tersangka diamankan melalui operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik pada Jumat (26/2) lalu. Uang yang diterima Nurdin diduga untuk memuluskan langkah Agung mendapatkan beberapa proyek pengerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan pada 2021. 

Baca juga: AHY Surati Menko Polhukam dan Kapolri Minta KLB Dihentikan

Sebelumnya, Agung telah mengerjakan lima proyek selama 2019-2020. Selain dari Agung, KPK mensinyalir Nurdin juga mendapatkan uang dari kontraktor lain dalam kurun waktu 2020-2021, yakni masing-masing sebesar Rp200 juta, Rp1 miliar dan Rp2,2 miliar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menduga kasus rasuah yang menjerat Nurdin terkait dengan ongkos politik yang tinggi dan praktik balas budi. Menurutnya, calon kepala daerah kerap menutupi kebutuhan pemilu dengan menerima bantuan dari pengusaha.

"Kandidat juga perlu memberikan mahar politik. Sehingga, saat menjadi pejabat publik, dia akan melakukan berbagai upaya untuk melakukan balas budi," pungkas Egi.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya