Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
ANGGOTA Komisi III DPR RI, Eva Yuliana prihatinkan penanganan kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan Kejari Praya, Lombok Tengah, terkait dugaan kasus pengrusakan (Pasal 170 KUHP) yang dituduhkan kepada mereka.
Empat ibu rumah tangga warga Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah itu adalah HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38). Mereka dilaporkan merusak atap pabrik tembakau di kampung dengan lemparan batu pada Desember 2020.
Karena kasus perusakan dengan lemparan itulah, keempat ibu rumah tangga tersebut ditahan. Ironisnya dua balita ikut meringkuk bersama ibunya di tahanan. Sebab, keduanya terpaksa ikut dibawa bui, lantaran masih meminum ASI.
"Kabar terakhir, terdapat juga seorang anak lumpuh usia 8 tahun yang terus menangis lantaran ditinggal ibunya yang ikut ditahan. Sebelum ibu berinisial FT ditahan, anaknya yang lumpuh terus berada dalam gendongan. Bahkan, saat melakukan pelemparan (pengrusakan) atap pabrik tembakau, anak ini pun masih dalam gendongan. Sekarang, mereka harus terpisahkan. Ada apa ini?! Dimana rasa kemanusiaan aparat penegak hukum di sana? Rasa keadilan kita terkoyak kalau cara penegakan hukum seperti ini," tegas Eva dalam siaran persnya, Senin (22/2) malam.
Apalagi, menurut politikus Partai NasDem ini, berdasar informasi yang berkembang, apa yang dilakukan keempat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut dipicu kekesalan mereka karena keberadaan pabrik pengolahan tembakau menimbulkan polusi di pemukiman mereka.
Bau menyengat setiap harinya di lokasi pabrik pengolahan tembakau ini membuat ibu-ibu tadi marah. Anak-anak mereka sakit dan selalu mengalami sesak napas karena menghirup udara tak sedap di sana.
"Dan sekarang, ibu-ibu iini yang malah ditahan," ujar sedih srikandi NasDem dari Dapil V Jateng ini. Menyimak konstruksi kejadian yang ada, Eva meyakini ada sesuatu yang janggal dalam kasus penahanan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah ini.
Dalam kapasitasnya sebagai Anggota Komisi III DPR RI bidang hukum dan juga dalam kapasitas pribadi, Eva meminta Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk melakukan pengusutan terhadap anak buahnya.
Sebagai mitra kerja Polri dan Kejaksaan Agung, Eva merasa perlu mengingatkan urgensi nilai dalam kasus di Lombok Tengah ini.
Dari sisi kepolisian, proses pemberkasan kasus terkesan janggal lantaran dilakukan demikian cepat. Kapolres Praya Lombok Tengah dan jajarannya perlu dimintai keterangan dan memberikan klarifikasi lanjut ke publik.
"Bayangkan, kejadian pelemparan terjadi tanggal 26 Desember 2020. Pemanggilan pertama dilakukan tanggal 16 Januari 2021. Berkas dari kepolisian dinyatakan P21 oleh penyidik kejaksaan, dan lalu keempat tersangka ditahan pada tanggal 16 Februari 2021," kata dia penasaran.
Karena itu ia mendorong Kapolri mengimplementasikan konsep Polisi Presisi dalam kasus ini. Dimana rumusan transparansi berkeadilan yang menjadi salah satu konsepnya kalau faktanya seperti ini.
Dari sisi kejaksaan, Eva kembali mengingatkan Kejaksaan Agung untuk menilik kembali konsep restorasi justice yang dijadikan komitmen kejaksaan.
Bagaimana pun, lanjut Eva, terkait kasus itu, dirinya tidak melihat adanya kemendesakan hukuman dalam kasus dugaan pengrusakan yang dilakukan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut.
Terlebih lagi kerusakannya pun tidak begitu parah dan tidak menyebabkan terhentinya produksi pabrik tembakau. "Kalau memang sempat dilakukan mediasi, lalu mediasi macam apa yang dilakukan?," tanya Eva heran.
Eva menduga adanya transaksi tertentu di balik penanganan kasus ini. Karenanya ia merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Praya Lombok Tengah untuk ikut intervensi terkait proses produksi dan perizinan pabrik tembakau yang menjadi pelapor dalam kasus ini. (OL-13)
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menetapkan Cheryl Darmadi sebagai daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit
pengerahan rantis TNI di kantor Kejaksaan Agung jangan sampai menimbulkan kekhawatiran adanya tindakan intimidatif.
Kendaraan taktis tersebut merupakan bagian dari pengamanan sekretariat tim gabungan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH)
Sistem serta proses penegakkan hukum di Indonesia dituding sebagai alat permainan politik semata.
Mobil-mobil mewah tersebut terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menegaskan terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong akan bebas dari tahanan Jumat (1/8/2025) malam ini.
Dari potensi 5 juta hektare lahan sawit bermasalah, pemerintah telah memverifikasi pelanggaran di 3,7 juta hektare dan menguasai kembali 3,1 juta hektare.
Sejumlah langkah strategis yang dilaksanakan oleh Polri, TNI, BNPB, BMKG, instansi terkait, relawan dan elemen masyarakat, khususnya di Kalbar sudah berjalan baik dan kompak.
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menepis isu yang menyebut dirinya mundur dari Polri setelah dimutasi menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri. I
Landasan meutasi mengacu pada Nomor:ST/1764/VIII/KEP./2025 dan Nomor ST/1764/VIII/KEP./2025 tanggal 5 Agustus 2025 yang ditandatangani oleh As SDM Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anwar.
Kepala Negara memberikan arahan agar tindakan tegas diambil terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan penindakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu, sesuai Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved