Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
PAKAR Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut terdapar dua pasal karet yang seharusnya dicabut dari Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dua pasal tersebut ialah pasal 27 ayat 3 yang berbunyi 'setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'.
Serta pasal 28 ayat 2 yakni 'setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)'.
"Pasal-pasal itu mengaburkan substansi UU ITE jadi sudah semestinya dihilangkan. Ini sudah sejak lama disuarakan," ujar Fickar kepada wartawan, Selasa (16/2).
Baca juga : Revisi UU ITE Bisa Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Sejatinya, UU ITE dibuat untuk mengatur bisnis dan perdagangan secara daring. Jadi sangat tidak tepat jika peraturan perundangan itu kemudian dijadikan rujukan untuk mengatur tentang pencemaran nama baik atau ujaran kebencian yang menyebabkan permusuhan antar suku, agama, ras dan antargolongan.
Selama ini, pada praktiknya, dua pasal tersebut kerap digunakan pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara-suara yang lantang mengkritik pemerintah.
Pelaksanaan UU ITE juga mengesankan seolah-olah penegak hukum menjadi alat oleh penguasa untuk membungkam para pemberi kritik.
"UU ITE merupakan UU yang bersifat administratif, di mana pengaturannya lebih mengenai transaksi yang bersifat dan beraspek komersial. Namun, dalam penggunaaannya, UU ITE justru lebih banyak digunakan sebagai aturan pidana yang bersinggungan dengan hak berdemokrasi dan politik," tandasnya. (OL-7)
Dia mengatakan bahwa penegakan hukum harus terintegrasi melalui KUHAP yang baru, mulai dari penyidik, penuntut, pengadilan, sampai ke tingkat lembaga pemasyarakatan.
Zulfikar menjelaskan revisi UU ASN masuk dalam Prolegnas 2025 yang artinya Komisi II DPR dan Badan Legislasi akan melakukan perubahan kedua terkait undang-undang tersebut.
Ahmad Sahroni menyebutkan bahwa DPR tak bisa menutup-nutupi terkait sidang pembahasan revisi Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Massa sempat berhasil menjebol pagar pembatas kaca pos pengamanan, kemudian disusul dengan pemecahan kaca menggunakan batu dan kayu.
Dave mengatakan banyak hal yang perlu dibahas di revisi UU Penyiaran. Karena banyak perkembangan di sektor penyiaran.
Fraksi PDIP menyetujui Revisi UU tentang Tentara Nasional Indonesia, yang dibahas di Komisi I DPR RI untuk dibahas di tingkat selanjutnya atau naik ke rapat paripurna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved