Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PENYIDIK Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Totok Suharyanto membantah Brigjen Prasetijo Utomo saat proses penyelidikan dan penyidikan terkait kasus dugaan suap penghapusan nama Joko Tjandra dalam daftar buronan.
Totok mengakui, saat diperiksa, Prasetijo memang mengeluh sakit. Namun ia membantah apabila mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri itu sempat diopname. Ini sekaligus membantah pertanyaan Hakim Ketua Muhammad Damis yang menyinggung keterangan Prasetijo dalam sidang sebelumnya.
"Yang bersangkutan (Prasetijo) pada waktu memberikan keterangan di persidangan ini sebagai saksi, dia mengatakan dia dalam keadaan diopname pada waktu itu, ataukah dalam keadaan sakit, atau terbaring di rumah sakit? Seperti apa kondisi sesungguhnya pada saat itu?" tanya Damis kepada Totok di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/12).
"Memang waktu itu ada keluhan sakit Yang Mulia, tapi waktu itu sudah kita panggilkan dokter untuk dilakukan pemeriksaan, dan waktu itu diberi kesempatan untuk yang bersangkutan tetap melanjutkan untuk pemeriksaan," jawab Totok.
Menurut Totok, penyidik telah memberikan kebebasan terhadap Prasetijo saat diambil keterangannya. Hal tersebut terejawantahkan karena pemeriksaan dilakukan di ruang khusus, yakni Aula Dittipikor Mabes Polri. Saat Prasetijo mengeluh pusing, ia juga menjelaskan penyidik langsung menghubungi dokter.
"Kemudian dilakukan pemeriksaan di saat itu juga, kemudian dilakukan tensi, kemudian diberikan obat, dan diberikan kesempatan untuk istirahat di tempat, kemudian pemeriksaan kita hentikan sementara," papar Totok.
Baca juga : Komnas HAM Belum Punya Kesimpulan terkait Peristiwa KM 50
Bahkan saat penyidik bertanya ihwal kelanjutan pemeriksaan, menurut Totok, Prasetijo mengatakan bersedia untuk dilanjutkan. Totok juga menegaskan tidak ada tekanan baik fisik maupun psikis terhadap Prasetijo saat diambil keterangannya.
Dalam kasus tersebut, terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra diduga menyuap Prasetijo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte untuk menghapus namanya dari daftar buronan agar bisa masuk ke Indonesia. Itu dilakukan agar Joko Tjandra dapat mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penyuapan dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi. Berdasarkan kesaksian Tommy, uang sebanyak US$370 ribu dan Sing$200 ribu diberikan kepada Napoleon, sedangkan US$150 ribu untuk Prasetijo. (P-5)
Sementara itu, Putri mengaku pihaknya masih belum bisa menentukan akan mengajukan permasalahan itu ke praperadilan.
Penyidik Bareskrim Polri, telah merampungkan pemberkasan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) penghapusan red notice terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra.
Tim penyidik Bareskrim Polri telah menyerahkan berkas perkara tahap satu ke Direktur Penuntutan Kejagung terkait kasus tindak pidana korupsi (tipikor) red notice Joko Tjandra
JPU Zulkipli juga menyebutkan, jatah uang tersebut harus dibagi dengan pejabat yang menempatkannya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Tidak yang mulia. Dari awal kami tidak melayani itu Pak hakim dan kami sangat percaya dengan majelis peradilan ini," jawab Napoleon Bonaparte
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengaku merasa dizalimi terkait kasus suap yang menjeratnya.
Kuasa hukum Brigjen Prasetijio Utomo mengaku baru kali itu penyerahan berkas perkara tahap II (P21) dijamu makan siang oleh Kepala Kejaksaan.
Yeni meminta penasihat hukum Anita untuk membaca surat dakwaan secara keseluruhan dan tidak sepotong-potong.
Setidaknya ada dua kasus gratifikasi yang melibatkan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut.
Perbuatan Prasetijo dan Napoleon dianggap bertentangan dengan jabatannya. Keduanya telah membiarkan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia yang mestinya ditangkap Polri.
Napoleon diduga meminta jatah suap yang lebih ke Djoko Tjandra dengan klaim bukan untuk dirinya saja.
Napoleon meminta jumlah lebih besar dengan alasan bakal dibagi dengan petinggi yang menempatkannya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved