Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Penundaan Peradilan Maria Pauline Timbulkan Ketidakadilan

Tri Subarkah
26/12/2020 16:30
Penundaan Peradilan Maria Pauline Timbulkan Ketidakadilan
Tersangka kasus dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa.(MI/Fransisco Carollio)

PENUNDAAN peradilan terhadap tersangka kasus dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa, dapat menimbulkan ketidakadilan, baik bagi masyarakat maupun Maria. Ini disampaikan pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan

Saat ini diketahui, tim Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan masih melakukan penyusunan surat dakwaan terhadap Maria. Penyusunan itu dimulai sejak penyidik Bareskrim Polri melakukan tahap 2, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti sejak 6 November lalu.

Menurut Fickar, lamanya proses peradilan terhadap tersangka korupsi seperti Maria merupakan bentuk ketidakadilan. Ketidakadilan itu sekaligus dialami Maria yang memiliki hak diadili secepatnya untuk membuktikan kesalahannya.

Fickar menjelaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah menyebutkan masa penahanan tersangka setelah diserahkan ke jaksa penuntut umum berlaku selama 20 hari. Kendati demikian, apabila diperlukan masih dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan selama 30 hari.

Bahkan dalam Pasal 29 KUHAP, perpanjangan terhadap tersangka atau terdakwa masih dapat dilakukan selama 60 hari. Oleh sebab itu, proses penahanan di tingkat penyidikan atau penyusunan dakwaan dapat dilakukan selama 110 hari. Ini belum termasuk penahanan di tingkat penyidikan, yakni 120 hari.

"Cukup lama memang dan itu menimbulkan ketidakadilan sendiri. Karena itu, meski dalam perspektif waktu JPU punya waktu yang cukup leluasa untuk menyusun dakwaan dan menyerahkan ke pengadilan, tetapi menunda proses peradilan melahirkan ketidakadilan baik bagi masyarakat maupun pelaku," jelas Fickar kepada Media Indonesia, Sabtu (26/12).

Ia juga mengatakan seharusnya aparat penegak hukum merasa berutang kepada masyarakat untuk mewujudkan proses penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan, baik formal maupun materil. Soalnya, mereka digaji menggunakan uang rakyat. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya