Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
JAKSA penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menolak nota pembelaan (Pledoi) yang diajukan mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo diketahui menjadi terdakwa dalam kasus dugaan surat jalan palsu terkait kepulangan terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko S Tjandra mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini memohon agar kiranya majelis hakim menolak pembelaan yang diajukan tim penasihat hukum maupun yang diajukan terdakwa," kata JPU Yeni Trimulyani di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (15/12).
Penolakan JPU, kata Yeni, dilakukan karena seluruh dalil dalam pledoi yang disampaikan Prasetijo dan penasihat hukumnya telah terbantahkan dengan keterangan saksi dan bukti selama di persidangan. Yeni juga mengatakan dalil-dalil yang diuraikan penasihat hukum semata-mata berdasarkan keterangan terdakwa belaka.
Baca juga : Penasihat Hukum Joko Tjandra Pertanyakan Bukti Surat Palsu
Oleh sebab itu, Yeni menyebut pihaknya tetap berpegangan pada tuntutan yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya. Ia juga meminta majelis hakim menjatuhkan putusan sebagaimana yang dituntut JPU.
Dalam perkara ini, Prasetijo diduga menyalahgunakan kewenangannya di institusi Polri untuk memalsukan surat jalan atas nama Joko Tjandra dan pengacara Anita Kolopaking. Dalam surat tersebut, jabatan Joko Tjandra dan Anita ditulis sebagai konsultan di Biro Korwas Mabes Polri.
Selain itu, karena pandemi covid-19, diperlukan juga dokumen perjalanan selama di Indonesia, di antaranya surat keterangan sehat dan surat bebas covid-19. Kedua surat itu dibuat tanpa menjalani tes kesehatan.
Salah satu dalil pledoi yang ditolak JPU adalah bukti surat-surat yang diduga palsu tersebut. Dalam persidangan, JPU telah menghadirkan Kompol Johny Andrijanto, seorang perwira menengah di Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri yang sempat dikepalai Prasetijo.
Penasihat hukum dalam pledoinya menyoalkan JPU yang tidak dapat membuktikan Prasetijo adalah orang yang menyuruh Johny membakar surat-surat tersebut. Menurut Yeni, pembuktian tersebut telah dilakukan JPU dengan menghadirkan saksi fakta dan ahli di persidangan.
Sebelumnya, JPU menuntut Prasetijo pidana penjara 2,5 tahun. Selama jalannya persidangan, JPU menilai Prasetijo berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan. Hal itu dianggap sebagai hal yang memberatkan karena telah mempersulit proses persidangan. Selain itu, sebagai pejabat negara, Prasetijo telah melanggar kewajiban jabatan. (P-5)
Agenda sidang hari ini yaitu pemeriksaan ahli yang didatangkan oleh jaksa penuntut umum.
Penyidik Polri membantah pada saat penyelidikan dan penyidikan Brigjen Prasetijo Utomo sempat diopname.
Joko Tjandra dan Anita Kolopaking divonis 2,5 tahun penjara karena kasus surat jalan palsu, sedangkan Brigjen Prasetijo Utomo dijatuhi hukuman 3 tahun untuk kasus yang sama.
Ia menjelaskan bahwa surat jalan, surat pemeriksaan covid-19, serta surat keterangan rekomendasi kesehatan bukanlah syarat yang diperlukan dalam perjalanan penerbangan.
Dalam pleidoinya, Tommy mengatakan bahwa dirinya masih waras. Menurutnya, hanya orang gila yang merekayasa kasus untuk memenjarakan dirinya sendiri.
Dalam pleidoinya, Tommy menuturkan dirinya tidak pernah membayangkan akan menjadi tersangka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved