Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Legislasi Harus Punya Visi

Dhika Kusuma Winata
02/12/2020 03:00
Legislasi Harus Punya Visi
Fajri Nursyamsi Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia(MI/MOHAMAD IRFAN)

DPR terus molor dalam menetapkan Prolegnas 2021 di tengah harapan masyarakat akan adanya undang-undang berkualitas. Bagaimana pandangan Anda?

Dalam pandangan kami, pembentukan Prolegnas 2021 harus memiliki visi. Presiden dan DPR harus memiliki visi penyusunan Prolegnas 2021. Hal ini penting sebagai alat untuk melakukan penilaian dan seleksi terhadap RUU prioritas.

Visi Prolegnas 2021 juga penting sebagai alat menciptakan penyusunan prolegnas yang transparan, akuntabel, dan partisipatif sehingga Prolegnas tidak terjebak dalam kebiasaan lama, yaitu hanya meneruskan tunggakan RUU yang belum tercapai, tetapi ada sasaran yang dituju.

 

Visi seperti apa?

Di masa pandemi, RUU yang menjadi prioritas harus sangat selektif, bahkan harus sangat urgen dan terkait dengan penanganan covid-19. Dengan beban legislasi yang minim, DPR dapat fokus untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan covid-19 yang mendesak harus segera membuahkan hasil.

 

Bagaimana sebaiknya DPR membuka partisipasi masyarakat di tengah pandemi?

RUU-RUU yang diusulkan masuk Prolegnas 2021 harus disebarluaskan dokumen-dokumen terkaitnya. Misalnya draf dan naskah akademik kepada publik. Ini agar ada proses yang partisipatif dan menciptakan perdebatan yang substantif terkait dengan RUU yang akan masuk sebagai prioritas. Saat ini RUU apa pun yang muncul sebagai perdebatan sulit untuk dinilai karena arah peng aturan dan maksud pembentukan juga tidak jelas.

 

Apakah transparansi dan ruang untuk publik perlu ditingkatkan mengingat ada hambatan di pembahasan omnibus law Cipta Kerja?

Permasalahan urgen dalam fungsi legislasi di masa pandemi ialah terkait dengan transparansi dan partisipasi masyarakat yang banyak menemui hambatan. Selain itu, pembentukan dengan metode omnibus seharusnya tidak lagi dilakukan karena belum diatur secara terbatas dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Oleh karena itu, perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebaiknya masuk agenda RUU prioritas 2021. Ini sekaligus meneruskan agenda reformasi regulasi yang sudah disuarakan Presiden di awal masa jabatan periode keduanya. (Dhk/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya