Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kejar Kualitas Legislasi, bukan Kuantitas

Sri Utami
02/12/2020 02:40
Kejar Kualitas Legislasi, bukan Kuantitas
Pembahasan Prolegnas RUU Prioritas 2021.(Sumber: DPR/Tim Riset MI-NRC)

BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI berlarut-larut dalam menetapkan RUU-RUU yang menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) 2021. Sejak awal Baleg telah menerima 61 usul RUU yang berasal dari fraksi, komisi, anggota DPR, pemerintah, dan DPD RI.

Jumlah tersebut kemudian mengerucut menjadi 36 RUU dengan rincian 26 merupakan tunggakan Prolegnas 2020 dan 10 RUU usul baru. Jika 36 RUU tersebut dicermati, terdapat beberapa RUU yang sangat dinanti, diperjuangkan, dan menjadi kebutuhan publik.

Salah satunya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang merupakan usul Komisi VIII DPR dan secara konsisten diperjuangan Fraksi NasDem untuk masuk Prolegnas RUU Prioritas 2021. Sedianya, Baleg menyepakati Prolegnas Prioritas 2021 pada Rabu (25/11) lalu. Namun, hingga kini belum juga disepakati.

Di sisi lain, tantangan pandemi covid-19 diperkirakan masih berlanjut tahun depan. Seperti halnya tahun ini, ada hambatan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang.

Pengamat hukum tata negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengingatkan target jumlah RUU yang terlalu bombastis selama ini akhirnya hanya meninggalkan catatan buruk kinerja DPR. Padahal, RUU merupakan representasi dari keseriusan wakil rakyat menghasilkan peraturan yang berpihak pada publik.

Bayu pun menilai jumlah 36 RUU yang diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2021 masih terlalu besar. Selain itu, jumlah tersebut merupakan hasil kompromi, bukan riil yang memang harus dibentuk.

“Paling mungkin pemerintah dan DPR memastikan mana saja RUU mendesak seperti RUU Perlindungan Data Pribadi dan RUU untuk antisipasi wabah penyakit. Itu pantas menjadi prioritas, termasuk RUU PKS. Harus kembali pada yang benar- benar dibutuhkan,” tegasnya.

Bayu mengatakan banyak RUU yang belum tentu dibutuhkan masyarakat. Kondisi itu dinilai sebagai lemahnya kemampuan DPR untuk menyaring aspirasi sesuai dengan kepentingan publik.

Senada, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaedi menilai upaya DPR untuk membahas 36 RUU pada Prolegnas 2021 tidak realistis kendati jumlahnya sudah berkurang hampir setengah dari target semula.

Dengan terbatasnya mekanisme pembahasan di tengah situasi pandemi covid-19, DPR tidak perlu memaksakan diri mengejar jumlah RUU yang dibahas.

Menurut Veri, dalam situasi saat ini ada dua isu yang harus diperhatikan dalam membuat aturan perundangan, yaitu prioritas khusus pada UU krusial dan kualitas legislasi.

RUU semestinya dibahas dengan memperhatikan seluruh aspek dan sektor pemangku kepentingan yang akan diatur di dalamnya. Dengan begitu, UU yang disahkan benarbenar mampu mengakomodasi lebih banyak kepentingan.

“Jadi, tidak hanya apa yang diinginkan pemerintah dan DPR,” pungkasnya saat dihubungi, Minggu (29/11).


Sudah dihitung

Kendati pemerintah terlibat dalam penetapan Prolegnas Prioritas 2021, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro menyatakan enggan menanggapi rencana DPR memasukkan 36 RUU dalam Prolegnas 2021.

Ia mengatakan mungkin DPR sudah menghitung kesanggupan lembaga mereka untuk membahas RUU yang masuk Prolegnas 2021. “Saya kira DPR sudah menghitungnya,” jelasnya tanpa memberi keterangan lebih lanjut. (Che/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya