Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

UU Ciptaker Lindungi Masyarakat Adat

Pra/P-5
08/11/2020 04:00
UU Ciptaker Lindungi Masyarakat Adat
Ilustrasi(Medcom.id)

TENAGA Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan mengungkapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan peluang kepada rakyat untuk mengelola hutan sekaligus melindungi masyarakat adat.

“Ada pasal yang mengatur pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi melalui program Perhutanan Sosial. Program ini bisa diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi,” ujar Usep melalui keterangan resmi, kemarin.

Aturan itu, lanjutnya, akan memperkuat upaya pemerintah dalam pemberian akses pengelolaan kawasan hutan bagi rakyat. Dengan begitu, diharapkan akan ada dampak positif yang muncul berupa perluasan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan.

“Paling penting ialah soal pendampingan program lanjutan. Kita ingin masyarakat di sekitar hutan memiliki kemampuan dalam mengelola kewenangan yang telah diberikan seperti masuk ke aspek bisnis perhutanan sosial, tidak hanya agroforestry,” tutur Usep.

UU Cipta Kerja juga dinilai sangat berpihak terhadap masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun. Bahkan, dalam peraturan perundangan itu, masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi, dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, San Afri Awang, mengatakan masuknya Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja menunjukkan keseriusan pemerintah dan hadirnya negara di tengah masyarakat untuk menjamin kepastian hukum terkait kebijakan tersebut.

Sebelumnya, ada kekhawatiran alokasi 12,7 juta hektare (ha) untuk Perhutanan Sosial dalam kebijakan pemerintah tidak memiliki payung hukum politik dalam undang-undang sehingga program pemerintah itu berhenti jika terjadi pergantian menteri.

Ia pun menyarankan, dalam peraturan turunan, Perhutanan Sosial dibuatkan PP tersendiri, tidak digabungkan dengan yang lain mengingat banyak yang harus diatur di dalamnya.

“Jika digabung, muncul kekhawatiran ada substansi yang hilang. Tidak perlu tergesa-gesa menyelesaikan PP tersebut. Pemerintah harus memanggil semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan Perhutanan Sosial untuk ikut berembug,” tandasnya. (Pra/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya