Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para calon kepala daerah yang akan berkontestasi dalam Pilkada Serentak 2020 untuk menghindari korupsi politik.
Pasalnya, kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah kerap bertalian dengan pilkada dan imbal jasa biaya pemilihan.
"Jadi jangan sampai terulang kembali. Bapak/ibu kampanye semangat untuk terpilih tapi jangan sampai menjadi bagian yang warna merah (tersangka korupsi) karena bupati/walikota hingga gubernur sudah 131 tersangkut kasus korupsi di KPK," ungkap Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono dalam webinar bertajuk Pilkada dan Korupsi, Rabu (30/9).
Sejak 2004 hingga saat ini, KPK mengusut 397 perkara yang melibatkan pejabat tinggi daerah. Dari jumlah itu, ada 119 bupati/walikota dan 21 gubernur yang menjadi tersangka. Kemudian, ada 257 perkara yang menyeret anggota DPR dan DPRD.
KPK pun mengingatkan para cakada cermat dan berhati-hati dalam menerima biaya pemilihan. Pasalnya, biaya kampanye yang besar menjadi faktor pendorong cakada yang kelak terpilih melakukan korupsi.
"Korupsi yang ditangani KPK 36% melibatkan pejabat politik. Angka 36% ini terbesar dalam hal perkara jenis korupsi politik yang ditangani KPK," imbuhnya.
Koordinator Wilayah VIII Bidang Pencegahan KPK Dian Patria mengatakan biaya pilkada yang tinggi memang menjadi faktor utama cakada berpotensi melakukan korupsi politik. Mengutip kajian Kementerian Dalam Negeri, Dian mengatakan ongkos yang dikeluarkan untuk menjadi kepala daerah amat besar.
Untuk bupati/walikota umumnya biaya politik yang dibutuhkan Rp20-30 miliar sedangkan untuk gubernur sebesar Rp20-100 miliar. Sementara itu, gaji kepala daerah tergolong kecil jika dihitung untuk mengembalikan biaya politik tersebut.
"Karena memang faktor pendorongnya ialah tingginya biaya pilkada. Ada biaya menjadi calon, biaya mahar, belum lagi untuk kampanye, pemenangan dan lain sebagainya. Kalau terpilih nanti tidak akan bisa membuat kebijakan secara rasional karena sudah ada janji dan komitmen yang harus ditunaikan," ujar Dian.
Kajian KPK pada 2017 dengan 400 responden cakada mengungkap tingginya kerawanan korupsi dan benturan kepentingan cakada ketika menjabat. Sebagian besar cakada tak memiliki modal sendiri. Kajian itu menemukan 36% cakada mengeluarkan biaya politik yang lebih tinggi dari yang dilaporkan. Masih menurut kajian yang sama, 47% cakada mengaku mengeluarkan biaya melebihi koceknya.
"Kemudian 82% cakada ada donator yang mendukung dan sebagian besar menyatakan akan memenuhi harapan donator. Jadi ini mengkonfirmasi cerita bahwa memang faktanya mereka tidak punya modal, butuh donatur, dan jika terpilih mereka akan memenuhi harapan donator. Jadi tidak ada makan siang gratis," pungkas Dian. (OL-8)
Kelima isu tersebut juga menjadi akar berbagai pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Penelusuran tersebut dilakukan dengan menggali informasi melalui keluarga Topan Obaja Putra Ginting.
Kejagung resmi menyelidiki dugaan pengoplosan dan penyimpangan harga jual beras yang dinilai mengarah pada tindak pidana korupsi
Akibat perbuatan DG terdapat potensi kerugian negara mencapai Rp8,4 miliar.
Dana pencairan kredit untuk Sritex, yang seharusnya digunakan untuk modal kerja justru dipakai untuk membayar utang perusahaan.
Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat kasus pemberian kredit terhadap PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan entitas anak usaha oleh tiga bank daerah mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Di satu sisi, wamen adalah pembantu meteri yang seharusnya bekerja menjalankan roda pemerintahan. Di sisi lainnya, komisaris BUMN bertugas mengawasi kebijakan direksi BUMN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved