Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang kerap menghindar dari media massa menimbulkan sejumlah tanda tanya besar. Firli terkesan belum siap menahkodai komisi antirasuah yang menjadi sorotan publik.
"ICW mempertanyakan alasan Firli Bahuri yang kerap kali terlihat menghindari rekan-rekan wartawan. Perilaku seperti ini bukan kali pertama diperlihatkan oleh Ketua KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Media Indonesia, Sabtu (5/9).
ICW mencatat setidaknya sikap serupa yang dipertontonkan Firli sudah tiga kali terjadi. Pertama, saat Firli mengikuti proses wawancara bersama Panitia Seleksi Pimpinan KPK di Sekretariat Negara pada 29 Agustus 2019.
Baca juga: Firli Bahuri Serahkan Keputusan ke Dewas
Kedua, ketika pimpinan KPK mengunjungi DPR pada 20 Januari 2020, dan terbaru usai Firli selaku terlapor atas dugaan etik di Dewan Pengawas, Jumat (4/9).
Tak hanya itu, Firli juga diketahui sempat menutup-nutupi informasi terkait dengan dugaan penyekapan yang dialami oleh pegawai KPK saat ingin meringkus Harun Masiku. Padahal sebagai Ketua KPK Firli harus memahami lembaga antirasuah itu terikat dengan Pasal 5 jo Pasal 20 ayat (1) UU KPK yang menyebutkan KPK bertanggung jawab kepada publik dan menerapkan nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum saat menjalankan tugas.
"Rangkaian kontroversi selama ini serta keengganan dari Firli Bahuri untuk berhadapan dengan media menunjukkan bahwa yang bersangkutan sebenarnya belum siap mengemban jabatan sebagai Ketua KPK," pungkasnya.(OL-5)
Para kandidat pemimpin Jakarta belum menunjukkan gagasan dan rencana mereka untuk melawan korupsi.
Egi mengungkapkan para kandidat yang terkait kasus korupsi meliputi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, terlapor, dan yang disebut dalam persidangan.
ICW ungkap dari 103 pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar.
"Ada kurang lebih 20 pertanyaan yang disampaikan tadi, semua sudah terjawab. Seperti menghadapi situasi itu,"
Dewi juga meminta agar seluruh pihak bisa transparan mengusut kasus ini. Perkara bansos, kata dia memang selalu ada masalah karena banyak pihak tidak mau transparan.
ICW menyebut perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang mulai berlaku perlu diikuti pemetaan ulang pelaku koruptor yang buron ke luar negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved